PERANG ADALAH TIPUDAYA
[3027]- حدثنا عبد الله بن محمد : حدثنا عبد الرزاق : أخبرنا معمر،
عن همام، عن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: « هلك كسرى، ثم لا يكون
كسرى بعده. وقيصر ليهلكن، ثم لا يكون قيصر بعده. ولتقسمن كنوزهما في سبيل الله » .
[3027] Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrozaq,
Telah mengabarkan kepada kami Mu’ammar ,
dari Hamaam, dari Abi Hurairah rodhiyaallohu’anhu , dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jika Kaisar telah
meninggal, tak akan ada kaisar lagi sepeninggalnya, dan jika Kisra meninggal,
maka tak akan ada lagi Kisra sepeninggalnya. Demi Dzat yang jiwaku berada di
Tangan-Nya, perbendaharaan kekayaan keduanya akan terbelanjakan fi
sabilillah."
Takhrij
Hadits :
Riwayat : Imam
Bukhori
Bab :
Perang Adalah Tipu Daya
Kitab :
Fiqh Dakwah Fii Shohih Al-Bukhari
Biografi Rowi
a’la :
Hadits
ini melalui jalur Abu Hurairah yang memiliki nama asli Abdu Syamsi di masa
jahiliyyah, setelah masuk islam nama beliaupun diganti menjadi Abdurrahman.
Sedangkan nama Abu Hurairah sendiri adalah merupkan julukan beliau karna sangat
penyayang kepada binatang dan mempunyai kucing. Beliau masuk islam pada tahun
ke-7 H dan wafat pada usia 78 tahun,
tepatnya pada tahun ke-59 H.
Keterangan Hadits :
كسر : julukan untuk setiap raja Persia
قىصر : julukan untuk setiap raja Ruum (Roma)
Imam
Bukhari menyebutkan hadits yang berkenaan dengan hadits ini Hammam bin Munabbah
dari Abu Hurairah, salah satunya secara panjang lebar dan yang satunya ringkas.
Begitu pula hadits jabir disebutkan
secara ringkas, tetapi pada redaksi yang panjang disebutkan tantang Kisra dan
Kaisar.
Kata
خدعة dibaca dengan tiga versi, yaitu khad’ah,
khud’ah dan khuda’ah. Imam An-Nawawi mengatakan, para ulama sepakat
bahwa versi pertama lebih fashih. Hingga Tsa’lab berkata telah sampai kepada kami bahwa ia adalah bahasa Nabi
Sholallahu ‘alaihi wa salam. Demikian pula yang ditandaskan oleh Abu Dzar Al-Harawi dan Al-Qazzaz.
Versi
kedua tercantum dalam riwayat Al Ashili. Abu Bakar Ibnu Thalhah berkata,”Maksud
Tsa’lab bahwa beliau shalallohu ‘alaihi wa salam sering kali menggunakan pola
kata pertama karena pengucapannya yang mudah sekaligus memberi makna bagi dua
kata yang terakhir.” Menurutnya, kata ini member perintah menggunakan muslihat
selama memungkinkan meskipun satu kali,jika tidak berperanglah. Lalu dia
menandaskan,”Meskipun sangat ringkas, tetapi maknanya sangat banyak.”
Makna
khad’ah adalah memperdaya orang-orang yang terlibat di dalamnya. Al-Khaththabi
berkata,”Khad’ah menunjukkan satu kali kejadian, yakni jika diperdaya satu kali
maka akibatnya sangat fatal.” Sebagian mengatakan hikmah sehingga ditambahkan
huruf ‘ta’ ‘pada bagian akhir kata itu
adalh untuk menunjukkan ‘satu kali’ , karena tipu daya jika berasal dari kaum muslimin maka seakan-akan mereka
dianjurkan untuk melakukannya meski hanya satu kali, sedangkan bila berasal
dari orang-orang kafir maka seakan-akan kaum muslimin diperintahkan untuk
bersikap waspada terhadap makar mereka meskipun terjadi satu kali, dan tidak
boleh meremehkannya karena kerusakan yang dapat mereka timbulkan, meskipun
kerusakan itu hanya sedikit. Sedangkan versi ketiga adalah bentuk mubalaghah
(berlebihan dalam menggambarkan
sesuatu).
Kemudian
Al Mundziri menukil versi keempat, yaitu “khada’ah”. Menurutnya, kata ini
adalah bentuk jamak dari kata khaadi’.
Maksudnya, bahwa orang-orang yang terlibat dalam peperangan berada di atas
dasar sifat ini. Seakan-akan dia mengatakan bahwa orang yang terlibat dalam
peperangan adalah orang-orang yang
melakukan tipu daya.
Ibnu
Hajar mengatakan bahwa Makki dan Muhammad bin Abdul Wahid menukil versi kelima
yaitu “khid’ah”. Beliau membaca yang demikian dalam tulisan tangan Mughlathai.
Asal kata “khud’ah” adalah menampakkan suatu perkara dan menyembunyikan perkara
yang menyalahinya.
Pelajaran
yang dapat diambil :
1.
Dari tema dakwah,’ hasungan
untuk menipu orang kafir ketika perang.
2.
Termasuk kewajiban Imam
Umat islam : memanage dan menentukan rencana sekaligus strategi rencana.
3.
Termasuk dari tema dakwah
adalah menghasung selalu bersikap waspada dan berhati-hati dalam peperangan.
4.
Keinginan Nabi Shalallohu
‘alaihi wa sallam agar umatnya menang atas musuh-musuh islam.
5.
Anjuran berhati-hati dalam
peperangan.
6.
Disukai melakukan tipu daya
terhadap orang-orang kafir.
Barangsiapa
yang tidak memperhatikan masalah ini maka dikhawatirkan akan terperangakp dalam
muslihat musuh.
An-Nawawi berkata, “Para ulama sepakat membolehkan tipu
daya terhadap orang-orang kafir saat perang selama memungkinkan, kecuali
muslihat yang dapat membatalkan perjanjian atau peparangan terjadi dalam bentuk
kamuflase, rahasia dan yang sepertinya.”
Pada
hadits ini terdapat anjuran menggunakan akal dan siasat dalam peperangan,
bahkan kebutuhan terhadap perkara ini lebih ditekankan dari pada keberanian.
Oleh sebab itu, pada hadits ini disebutkan apa yang berindikasi kearah itu. Hal
itu sama seperti sabdanya ‘Haji adalah Arafah’.
Ibnu
Al Manayyar berkata,”Makna perang adalah tipu muslihat, yakni perang terbaik
yang dilakukan secara sempurna untuk mencapai tujuannya adalah dengan tipu daya
bukan berhadap-hadapan. Sebab berhadapan sangat rentan dengan bahaya, sedangkan
menggunakan tipu daya bisa meraih kemenangan tanpa harus berhadapan dengan
bahaya.”
Nb :
Al
–Waqidi menyebutkan bahwa sabda Nabi Shalallohu ‘alaihi wa salam “Perang adalah
tipu muslihat” pertama kali beliau ucapkan pada perang Khandaq.
Sumber :
1.
FIQHU DAKWAH FII SHAHIH
AL-BUKHARI, SA’ID
BIN ALI BIN WAHAB ALQOHTONI
2.
FATHUL BAARI, IBNU HAJAR
AL-ASQALANI
3.
ZAADUL MA’AD, IBNU QAYYIM
AL-JAUZIYAH
4.
AN-NIHAYAH FII GHORIIBUL
HADITS, IBNU AL-ATSIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar