BAB JASUS
Hadits Ke-3007
Allah Subhanahu Wataa’la berfirman:
ياأيها الذين ءامنوا لا تتخذوا عدوى وهدوكم
،ولياء تلقون إليهم بالمودة
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu
menjadikan musuh-ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu menyampaikan
kepada meraka (berita-berita Muhammad) karena rasa kash saying.” (QS.
Almumtahanah:1)
Hadits:
حدثنا علي بن عبد الله: حدثنا سفيان: حدثنا عمرو بن دينار سمعت منه
مرتين قال: أخبرني حسن بن محمد قال: أخبرني عبيد الله بن أبي رافع قال: «سمعت عليا
" رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يقول:
"بعثني رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أنا والزبير والمقداد وقال:
"انطلقوا حتى تأتوا روضة خاخ فإن بها ظعينةً ومعها كتاب فخذوه منها".
فانطلقنا تعادى بنا خيلنا، حتى انتهينا إلى الروضة، فإذا نحن بالظعينة، فقلنا:
أخرجي الكتاب. فقالت: ما معي من كتاب. فقلنا: لتخرجن الكتاب، أو لنلقين الثياب.
فأخرجته من عقاصها، فأتينا به رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فإذا
فيه: من حاطب بن أبي بلتعة إلى أناس من المشركين من أهل مكة يخبرهم ببعض أمر رسول
الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "يا حاطب ما هذا؟ " قال: يا رسول الله لا تعجل علي إني كنت
امرأً ملصقا في قريش، ولم أكن من أنفسها، وكان من معك من المهاجرين لهم قرابات
بمكة يحمون بها أهليهم وأموالهم فأحببت إذ فاتني ذلك من النسب فيهم أن أتخذ عندهم
يدًا يحمون بها قرابتي، وما فعلت كفرًا ولا ارتدادًا ولا رضًا بالكفر بعد الإسلام.
فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لقد صدقكم". فقال
عمر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: يا رسول الله، دعني أضرب عنق هذا المنافق. قال: "إنه
قد شهد بدرًا، وما يدريك لعل الله أن يكون قد اطلع على أهل بدر، فقال: اعملوا ما
شئتم فقد غفرت لكم»
Telah bercerita kepada kami Ali bin Abdullah:
telah bercerita kepada kami sufyan: telah bercerita kepada kami Amru bin Dinar saya
telah mendengar dua kali dia berkata: telah bercerita kepada kami hasan bin
Muhammad ia berkata: telah bercerita kepada kami Abdullah bin Abi Rofi’ dia
berkata: saya mendengar Ali rodiallohuahu berkata:
“Rasulullah Sholallohua’laihi Wasallam mengutus
saya dan Zubair serta Miqdad bin Al-Aswad, kata beliau: ‘Berangkatlah hingga
tiba di Raudhatu Khah, karena di sana ada seorang wanita yang sedang dalam
perjalanan membawa sepucuk surat. Ambillah surat itu darinya.”
Kami pun berangkat, dalam keadaan kuda-kuda
kami berlari cepat hingga kami tiba di Raudhah.Ternyata benar kami dapati
seorang wanita sedang dalam perjalanan.
“Keluarkan surat itu!” kata kami.
Wanita itu berkata: “Tidak ada surat apapun
pada saya.”
“Kamu keluarkan surat itu atau kami telanjangi
kamu?” gertak kami.
Akhirnya wanita itu mengeluarkannya dari
gelungan rambutnya.
Lalu kami bawa surat itu kepada Rasulullah n.
Ternyata isinya dari Hathib bin Abi Balta’ah
kepada orang-orang musyrik Makkah. Dia mengabarkan kepada mereka sebagian
urusan Rasulullah Sholallohualaihi Wasallam.
“Wahai Hathib, apa ini?” kata Rasulullah.
Hathib segera menyahut: “Wahai Rasulullah,
janganlah terburu-buru terhadapku. Sesungguhnya aku hanyalah seseorang yang
menumpang di tengah-tengah bangsa Quraisy dan bukan bagian dari mereka.
Sedangkan kaum Muhajirin yang bersama engkau, mereka di Makkah mempunyai
kerabat yang akan melindungi keluarga dan harta mereka. Maka karena saya tidak
punya hubungan nasab dengan mereka, saya ingin berbuat jasa untuk mereka agar
mereka pun menjaga kerabatku.Saya lakukan ini bukan karena kekafiran, bukan
pula karena saya murtad, dan bukan pula karena ridha dengan kekafiran sesudah
Islam.”
Rasulullah Sholallohua’laihi Wasallam berkata:
“Sungguh, dia jujur kepada kalian.”
‘Umar berkata: “Wahai Rasulullah, biarkan saya
tebas leher orang munafiq ini.”
Kata Rasulullah: “Sesungguhnya dia pernah ikut
perang Badr. Tahukah engkau, boleh jadi Allah telah memerhatikan ahli Badr,
lalu berfirman: ‘Berbuatlah sekehendak kalian, sungguh telah Aku ampunkan untuk
kalian’.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ali pergi
bersama Zubair dan Abu Mursyid. Maka dari sini Al karmani berkata: “Rasulullah
mengutus 4 orang sahabat”[1]
Biografi Perowi A’la:
Ali bin
Abi Tholib bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab
bin Murroh bin Ka’ab bin Lu’ay bin Gholib bin Fahr bin Malik bin Nadhr bin
Kananah bin KHuzaimah bin Mudrokah bin Ilyas bin Mudhor bin Nazar bin Ma’ad bin
Adnan Abu Hasan Alhasyimi
Ibu
beliau adalah Fatimah binti Asad bin Hisyam(saudaranya Hasyim) bin Abdi Manaf.
Beliau
adalah sepupu Nabi Muhammad Sholallohua’laihi Wasallam, masuk islam ketika
berumur 10 tahun. Beliau lahir 30 tahun setelah Nabi Muhammad Sholallohua’laihi
Wasallam.[2]
Takhrij global:
1.
Muslim: bab keutamaan shabat subab keutamaan
ahli badar hadits ke-2494
2.
Bukhori: bab jasus hadits ke-3007
Kandungan
pelajaran dari hadits:
1.
. Seorang
mata-mata boleh dihukum mati, walaupun dia seorang muslim. Ini menurut pendapat
Al-Imam Malik serta ulama yang menyetujuinya. Rasulullah n sendiri tidak
menyalahkan ‘Umar, tetapi beliau mencegah jatuhnya hukuman itu karena Hathib
termasuk salah seorang sahabat yang ikut perang Badr. Keistimewaan ini tidak
akan terjadi lagi sampai hari kiamat
2.
Teguhnya ‘Umar
berpegang dengan ajaran Islam, terlihat ketika beliau minta izin menebas leher
Hathib z.
3.
Dosa besar
tidak mencabut keimanan (dari seseorang), karena apa yang dilakukan Hathib
(membocorkan urusan Rasulullah n) adalah dosa besar, tetapi beliau tetap
dikatakan mukmin (orang yang beriman). Bahkan dalam hadits itu disebutkan pula
adanya ampunan dari Allah l untuk mereka (ahli Badar, red.)
4.
‘Umar
menyebutkan istilah munafiq kepada Hathib dengan pengertian bahasa, bukan
pengertian menurut syariat, menyembunyikan kekafiran tapi menampakkan
keislaman. Tapi beliau katakan demikian karena Hathib menyembunyikan sesuatu
yang menyelisihi apa yang ditampakkannya, yaitu dengan mengirimkan suratnya
yang bertolak belakang dengan keimanannya (berjihad di jalan Allah l).
5.
Umar terkesan
dengan bantahan Rasulullah n sehingga dalam sekejap, dia yang tadinya begitu
marah dan menuntut agar Hathib dihukum berat, berubah menangis karena takut dan
terkesan dengan sabda Rasulullah n, seraya berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih
tahu.”
Pelajaran
bagi dakwah:
1.
Sifat seorang
da’i:
·
Bersegara dalam
memenuhi seruan Allah dan rasul-Nya
Hadits ini menunjukkan bahwa bersegara dalam memenuhi seruan Allah
dan Rasulnya adalah sangat penting dan merupakan taqorrub yang besar. Oleh
karena itulah keempat sahabat dalam hadits di atas yaitu: Ali, Zubair, Miqdad
dan Abu Mursyid radiallohuanhum bersegara dalam melaksanakan perintah
Rasulullaoh Sholallohua’laihi Wasallam. Ali berkata: “ maka dengan segera kami
berangkat saling mendahului dengan menggunakan kuda-kuda kami hingga kami
sampai di sebuah padang dan kami mendapati seorang wanita” ini menunjukkan
bahwa mereka jelas-jelas bersegera menjawab seruan Allah dan Rasul-Nya. Allah
Azza Wajalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ
إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“wahai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan
Rasul-nya apabila dia menyeru –mu kepada sesuatu yang member penghidupan
kepadamu. Dan ketahuilah bahwasannya Allah membatasi antara manusia dan hatinya
dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami sekalian dikumpulkan” (QS. Al Anfal: 24)
Maka hendaklah bagi setiap muslim dan khususnya seorang
da’i, bersegera dalam memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya.
·
Memiliki
keberanian
Sesungguhnya keberanian hati dan akal adalah faktor penting yang
akan menguatkan dan meneguhkan seorang da’i. karenapemberani adalah sifat
terpuji yang paling sempurna. Dalam hadits di atas sangat nampak keberanian
Ali, ia berkata : “serahkan suratnya!” si wanita menjawab “ saya tidak membawa
surat” Ali berkata lagi dengan tegas “ segera serahkan suaratnya atau kami akan
telanjangi kamu!” si wanita pun menyerahkan suratnya.
·
Sabar, tidak
terburu-buru dan konsisten
Sebagaimana perbuatan dan ucapan Nabi kepada Hatib yang menunjukkan
pentingnya bersikap tidak terburu-buru. Rsulullah tidak langsung membunuh Hatin
karena pengkhianatannya akan tetapi beliau menanyakan dulu apa yang telah
dilskukannya dan apa maksudnya. Beliau bersabda: “wahai hatib apa ini?” Hatib
berkata “Wahai Raasulullah jangan terburu-buru memutuskan hukuman
bagiku.Sesungguhnya saya orang yang menumpang di tengah-tengah bangsa Quraisy,
dan bukan bagian dari mereka” kemudai Hatib menyebutkan u’dzurnya kepada Nabi
dan Nabi pun meneriama udzurnya dan tidak menghukumnya.
·
Yakin atas
kebenaran Rasulullah
Seorang da’i harus benar-benar yakin atas kebenaran nabi dan
benarnya apa yang di beritakannya. Seperti yakinnya Ali terhadap berita dari
Rasulullah bahwa si perempuan membawa surat, maka ketika perempuan itu
mengingkarinya, Ali berani mengatakan akan menelanjanginya jika perempuan itu
tidak menyerahkan surat itu. Inilah pentingnya keyakinan yang benar-beanr yakin
atas kebenaran semua kabar yang di kabarkan oleh Rasulullah
·
Berkata Allahu
a’lam jika tidak tahu
Sebagaimana
Umar ketika mengajukan pendapatnya dan Raasulullah tidak menyetujuinya ia
berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu” dan ia berhenti tidak banyak bicara
lagi.
Maka hendaklah
seorang da’i berkata Allahu a’lam jika ia ditanya dan tidak tahu jawabannya
·
Pemaaf
Pemaaf adalah sifat yang sangat mulia, namun harus tepat tempat dan
waktunya. Jangan sampai dengan memaafkan malah menimbulkan kerusakan atau akan
menghilangkan kemaslahatan. Dalam hadits diatas rasulullah memaafakan hathib
karena ia termasuk ahli badar dan menerangkan bahwasannya ahli badar telah
dijamin masuk surga. Seorang da’i haruslah member maaf dan mengambil hikmah
darinya.
·
Bersikap tegas
kepada orang yang bermaksiat
Yaitu bersikap tegas dan keras dengan perkataan dan perbuatan
kepada orang yang bermaksiat pada saat
yang dibutuhkan. Seperti ucapan Umar:” wahai Rasulullah biarkan saya menebas
leher lelaki ini”. Namun rasulullah memberi teguran dengan ucapan yang keras
sebagi pelajaran bagi Hathib dan tidak mengizinkan untuk membunuhnya. Imam Al
Ubiy berkata: “ dalam hadits ini diperintahkan untuk membuat
·
Memberi
motivasi
Sebagaimana
sabda Nabi kepada Umar: “Sesungguhnya dia pernah ikut perang Badr. Tahukah
engkau, boleh jadi Allah telah memerhatikan ahli Badr, lalu berfirman:
‘Berbuatlah sekehendak kalian, sungguh telah Aku ampunkan untuk kalian’.”
Ini sebagai
motivasi bagi ahlu Badr bahwa mereka telah diampini dosanya. Dan ini hanya
berkaitan dengan Iqob di akhirat adapun dalam urusan dunia, ia tetap kena hudud
dan qishos.
Imam Al qurthubi berkata:
“Sesungguhnnya
Allah menamperlihatkan kebenaran rasulullah dalm setiap berita yang dibawanya.
Dan sesungguhnya ahli badar selalu dalam amalan ahli surga sampai mereka wafat
dalam keadaan seperti itu. Dan jika diantara
mereka ada yang berbuat dosa, maka agan diikuti dengan bertaubat. Mereka
akan seperti ini seterusnya sampai bertemu dengan Allah. Dan ini diketahui dari
keadaan mereka seperti yang tertulis dalam sejarah”
2.
Materi dakwah:
·
Berhati-hati
terhadap berkhianat kepada Allah dan rasul-Nya
Dalam hadist ini diceritakan Hatib bin Abi Bal’ah radiallohuanhu
mengirim surat kepada kaum Quraisy. Surat itu mengabarkan tentang penyerangan
yang akan dilakukan oleh Rasulullaoh Sholallahua’laihi Wasallam. Ibnu Hajar
menyebutkan bahwa isi surat itu adalah sebagai berikut:
“Amma Ba’d Wahai kaum quraisy. Sesungguhnya Rasululloh Shalallohu
A’laihi Wasallam akan datang kepada kalian denagn membawa pasukan seperti malam
dan dan berjalan seperti banjir. Demi Allah walaupun hanya satu orang yang
datang kepada kalian, niscaya Allah akan menolongnya dan menepati janjinya.
Maka selamatkanlah diri kalian.Wassalam.”[3]
Isi surat ini membocorkan rahasia Rasululloh Sholallohua’laihi
Wasallam yang merupakan pengkhianatan terhadap Beliau. Allah A’zza Wajalla
telah menyuruh untuk berhati-hati dari khianat kepada-Nya dan kepada rasul-Nya.
Allah Subhnahu Wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ
وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (27)وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ
وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ(28)
“wahai orang-orang yang berimaan janganlah kalian
mengkhianati Allah dan Rasul dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui. Dan ketahuilah bahwasannya
hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah cobaan dan sesungguhnya disisi Allah ada
pahala yang besar” (QS. Al Anfal: 27-28)
Maka hendaklah seorang da’i menyeru manusia agar
berhati-hati dari berkhianat.Terlebih dari khianat kepada Allah dan Rasulullah
Sholallohualaihi Wasallam.
·
Wala’ dan Baro’
Wala
dan baro’ adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Dalam hadits
diatas setelah disebutkan kisah Hathib maka turunlah ayat:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ
بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقّ
”Wahai
orang-orang yang beriman janganlah kalian mengambil musuhku dan musuh kalian
menjaditeman-teman setia yang kamu sampikan kepada mereka(berita-berita
Muhammad karena rasa kasih sayang padahal sebenarnya mereka telah ingkar terhadap
kebenaran yang datang kepadamu”. (QS. Al Mumtahanah:1)
Sungguh Allah telah memerintahkan
kepada kaum mslimin untuk berwala kepada Allah, Rasu-Nya dan seluruh kaum
muslimin dan melarang berwala’ kepada musuh-musuh Allah dan musuh rasul-Nya.
Allah berfirman:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ
عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ
مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا
إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Engkau
(Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
kiamat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah da
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya dan
keluarganya. Merea itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah
keimanan dan Allah telah menguatkan meraka dengan pertolongan yang dating
dariNya. Lalu Ia masukkan mereka kedalam surge yang mengalir dibawahnya
sungai-aungai, mereka kekal didalamnya. Allah rido terhadap mereka dan mereka
pun mersa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah.
Ingatlah sesunguhnya golongan Allah itulah
yang beruntung”. (QS. Al Mujadilah:22)
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ
الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ - وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ
آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ - يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya
penolongmu hanyalah Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang
melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, seraya tunduk kepada Allah. Dan
barang siapa yang menjadikan Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang beriman
sebagi penolongnya, maka sungguh pengikut agama Allah itulah yang menang. Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan pemimpinmu orang-orang yang
membuat agamamu jadi bahan ejekandan permainan, yaitu orang-orang yang telah
diberi kitab sebelummu dan orang-orang yang kafir(musyrik). Dan bertakwalah
kepada Allahjika kamu benar-benar beriman”.(QS. Al Maidah: 55-57)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Wala
adalh lawan dari permusuhan, adapun landasan wala adalah cinta dan dekat dan
landasan Permusuhan adalah benci dan jauh”[4]
Wala
dan baro’ juga menandakan sempurnanya iman, barang siapa yang wala dan baro’nya
lemah bahkan tiada maka imannya tak sempurna. Rasulullah Sholallohualaihi
Wasallam bersabda:
من أحب لله، وأبغض لله، وأعطى لله، ومنع لله فقد استكمل الإيمان
“Barang
siapa yang cinta karena Allah, benci karena Allah, member karena Allah dan
menahan karena Allah maka telah sempunrnalah imannya”.(HR. Ahmad, Abu Dawu dan
Tirmidzi)
Ada tiga tingkatan dalam wala dan baro yaitu:
1.
Mencintainya
dengan sempurna ini diberikan kepada semua orang beriman dan bertaqwa
2.
Mencintai
dalam sebagian hal dan membenci dalam hal yang lain, wala diberikan kepada
orang yang beriman yang masih suka berbuat kefasikan. Maka kita mencintai dan
membencinya sesuai kadarnya
3.
Benci
dengan sepenuh hati dalam segala halm ini adalah sikap baro terhadap
orang-orang kafir. Maka kita wajib membencinya dengan sepenuh hati, adapun
dalam perbuatan maka sesuai kondisi.
·
Mengutus utusan
Sebagimana
Rasulullah mengutus Ali bin Abu Tholib, Zubair bin Awam dan miqdad. Maka
mengutus utusan sangat penting untuk membantu islam dan kelancaran berdakwah.
3.
Pelajaran lain:
·
Mukjizat
Rasulullah adalah mengetahui perkara ghoib
Pada
hadits di atas disebutkan mu’jizat nabi yang sangat besar yang menunjukan
kebenaran bahwa Muhammad seorang Nabi dan Allah mengutusnya sebagi Rasul.
Ala’ini berkata: “ dan didalamnya ada penjelasan tentang beberapa pemberitahuan
kepada Nabi. Maka itulah pemberitahuan Allah kepada nabi-Nya bahwa ada seorang
perempuan yang membawa surat dari hatib kepada Quraisy. Allah juga menyebutkan
dimana tempat perempuan itu berada. Dan
itu semuanya adalah dengan wahyu”[5]
·
menyingkap
keburukan mata-mata
Seseungguhnya
menutupi aib atau keburukan yang disyariatkan adalah yang mana dengan
menutupinya tidak akan menimbulkan kerusakan juga tidak menghilangkan
kemaslahatan. Oleh karena itu Rasulullah tidak menutupi aib dan keburukan yang
dilakukan si perempuan yang membawa surat dari Hatib dan tidak menutupi
keburukan yang dilakukan Hatib. Tetapi Rasul menegurnya dan memberinya
pelajaran dengan ucapan yang tegas. Sebagai mana sabda Nabi baginya: “Wahai
Hatib apa ini?” juga ucapan Ali kepada si perempuan:”Serahkan suratnya atau
kami telanjangi engkau!”. Alam hal ini Imam Nawawi berkata: “dalm hadits ini
diperintahkan menyingkap aib-aib mata-mata dengan membacakan surat-surat mereka
baik mereka itu lelaki ataupun perempuan. Juga diperintahkan membuka kuburukan,
jika dapat mendatangkan kebaikan atau dapat mendatangkan kerusakan jika
keburukan itu ditutupi. Namun lebih ditekankan untuk menutupi aib jika dengan
menutupinya itu tidak akan mendatangkan kerusakan dan tidak menghilangkan
kemaslahatan”[6]
Abdul
Aziz bin Abdullah bib Baz berkata: “hadits ini sangat agung di dalamnya ada dua
perkara yang penting, yaitu:
1.
Boleh
memata-matai jika dapat membawa manfaat bagi kaum muslimin, seperti yang
dilakukan Ali, Zubair dan Miqdad.
2.
Haram
memata-matai jika membahayakan kaum muslimin atau tidak ada kemaslahatan
sedikitpun darinya. Adapun yang memata-matai dalam hal yang membahayakan kaum
muslimin maka wajib dibunuh.”
·
Pentingnya
bermusyawarah dengan pemimpin, ulama dan hakim
Dalam
hadits ini disebutkan bahwa musyawarah dengan ulama, hakim dan pemimpin adalh
hal yang sangat penting. Dalm hal ini seperti perkataan Umar :”wahai Rasulullah
ia telh mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta kaum muslimin, biarkanlah saya
memenggal lehernya”. Imam Nawawi berkata mengenai hal ini: “didalamnya ada
isyarat untuk bermusyawarah dengan para Imam dan hakim mengenai suatu pendapat.
Seperti umar yang berpendapat untuk memenggal leher Hathib”.[7]
Ini
semua menjelaskan akan pentingnya bermusyawarah, karena Umar tidak langsung
membunuh Hathib, tetapi meminta pendapat Rasulullah terlebih dahulu.
·
Pentingnya
kejujuran orang yang didakwahi
Sesungguhnya
kejujuran akan membawa kebaikan dan Allah akan menyelamatkan hambanya yang
jujur. Sebagimana dalam hadits diatas
Allah menyelamtakan Hathib karena Hathib adalah Ahli perang badar juga atas
kejujurannnya kepada Rasulullah ketika ditanya tentang apa yang telah
dilakukannya. Maka Rasulullah bersabada : “kamu benar”.
Imam
Ibnu Hubairoh berkata:” sesungguhnya orang yang beriman jika berbuat salah,
janganlah ia ikuti kesalahan itu dengan mengingkarinya akan tetapi hendaklah ia
mengakuinya dan jangan menggabungkan antara dua kemaksiatan, yaitu berbuat
salah dan mengingkari bahwa dirinya telah berbuat salah. Sesungguhnya orang
yang berbuat slah dan yakin bahwa apa yng ia lakukan adalah kesalaha, maka
hendaklah ia segera menghentikannya. Karena sesungguhnya Allah mengampuni
dosanya jika ia kembali kepada kebaikan”.[8]
Maka
hendaklah setiap muslim berbicara jujur walupun tentang dirinya sendiri,
kecuali dalam hal yang diperintahkan oleh Allah untuk menutupinya dan ia telah
bertaubat atasnya.
Maroji:
1.
Fikhu Da’wah
Fii Shohiihi Bukhori
2.
Syarh Al
Karmani A’la Shohih Bukhori
3. Siroh Nabawiyyah Wa Akhbar Khulafa, Ibnu Hiban
4.
Fathul Barri
5.
Alfurqon Baina
Aulia Ar Rahamn Wa Aulia As Syaithon
6.
Umdatul Qori’
Syarh Bukhori
Tidak ada komentar:
Posting Komentar