A. Latar
Belakang
Selaras dengan tendensi rasionalitas nilai Al Quran, ada
potensi luar biasa yang terkandung dalam kemukjizatan Al-Qur’an yang
menunjukkan kitidakberdayaan zaman untuk menggugurkan apapun darinya. Hanya
Al-Qur’anlah satu-satunya kitab yang memuat secara kompleks berbagai masalah
alam, baik secara empiris maupun sosial. Al-Qur’an sendiri banyak memuat pemaparan-pemaparan
ilmiah dan historis. Al-Qur’an yang diturunkan Allah Swt melalui perantaraan
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw juga mengandung tuntunan bagi manusia
untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Dan di antara muatan positif yang
tidak kalah pentingnya adalah runutan dari berbagai kisah-kisah yang terkandung
dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan muatan-muatan hikmah serta pelajaran bagi
para generasi penerus Islam.
Al-Qur’an telah banyak menceritakan kisah orang-orang
terdahulu dari para nabi dan selain nabi, diantaranya mengenai kisah orang
mukmin dan kisah orang-orang kafir. Al-Qur’an telah membicarakan kisah-kisah
dan menjelaskan hikmah dari kisah-kisah itu untuk diambil manfaat dan pelajaran
hidup agar dapat memudahkan kita untuk memahaminya dan berinteraksi dengannya.[1]
Dalam sebuah kisah atau peristiwa terkadang mengandung nilai
seni dan pesan moral yang akan membuat orang tertarik untuk membacanya serta
mencoba menggali nilai dari peristiwa itu. Semakin dalam makna yang terkandung
dalam sebuah kisah, maka semakin kuat naluri kita untuk memahami dan mengambil
hikmah di dalamnya sehingga jika dalam pengisahan tersebut terdapat nilai
positif yang dominan, maka semakin kita terinspirasi untuk mengeksplorasi sikap
dan tingkah laku keseharian kita sedapat mungkin tidak bertentangan dengan
nilai positif yang terkandung di dalamnya. Juga menyangkut pengambilan
kebijakan-kebijakan hidup, adalah sangat mungkin untuk menyandarkannya pada
peristiwa yang telah dibaca dan dipahami untuk selanjutnya menjadi ilham dalam
kehidupan kita. Untuk itu membaca, mengamati dan memahami kisah-kisah dalam
Al-Qur’an adalah salah satu yang utama dan merupakan karya iIahi dari sekian
banyak karya seni yang dapat dijadikan pedoman positif kehidupan kita.
B. Permasalahan
Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, maka akan
dibahas masalah pokok yaitu Bagaimana sesungguhnya substansi dari Qashash
Al-Qur’an. Dan untuk memudahkan pembahasan, maka masalah pokok itu diuraikan
menjadi beberapa sub masalah untuk bisa mengantar kita memahami Qashash Al-Qur’an
diantaranya:
- Apa sesungguhnya pengertian Qashash Al-Qur’an itu?.
- Bagaimana membedakan jenis – jenis dari Qashash Al-Qur’an?.
- Bagaimana Tujuan memahami Qashash Al-Qur’an?
- Apa Faedah mempelajari Qashash Al-Qur’an?.
- Apa Hikmah dari pengulangan Qashash Al-Qur’an
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Qashash (Kisah)
Kata qashash ( قصص ) adalah bentuk
jamak dari kata qishshah ( قصة ). Kata itu
berasal dari kata kerja qashsha - yaqushshu ( قص - يقص ). Kata qashash
dan kata lain yang seakar dengannya, di dalam Al-Qur’an tersebut sebanyak 30
kali.[2]
Kisah berasal dari kata al-qshashu yang berarti
mencari atau mengikuti jejak. Seperti contoh, “qashashtu atsarahu” artinya,
“saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al-qashash adalah bentuk
masdar. Seperti dalam firman Allah Q.S.Al-Kahfi (18): 64 yang berbunyi:
A$s% y7Ï9ºs $tB $¨Zä. Æ÷ö7tR 4 #£s?ö$$sù #n?tã $yJÏdÍ$rO#uä $TÁ|Ás% ÇÏÍÈ
Terjemahnya:
Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari".
lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
Maksudnya, kedua orang dalam ayat itu kembali lagi untuk
mengikuti jejak dari mana keduanya itu datang.[3]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kisah diartikan sebagai
cerita atau kejadian (riwayat dan sebagainya) dalam kehidupan seseorang.[4]
Qashash berarti berita berurutan sedangkan al-qishshah berarti urusan,
berita, perkara, keadaan. Firman Allah Q.S Ali Imran (3): 62 yang berbunyi:
¨bÎ) #x»yd uqßgs9 ßÈ|Ás)ø9$# ,ysø9$# 4 ....
Terjemahnya:
Sesungguhnya
ini adalah berita yang benar…
Juga
dalam Q.S. Yusuf (12): 111 yang berbunyi:
ôs)s9 c%x. Îû öNÎhÅÁ|Ás% ×ouö9Ïã Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# 3 … ÇÊÊÊÈ
Terjemahnya:
Sesungguhnya
pada berita mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
berakal.
Hasbi
Ash Shiddieqy menyatakan bahwa pengertian dari Qashash adalah mencari
bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Lebih lanjut, beliau juga menjelaskan
bahwa lafadz qashash adalah bentuk masdar yang berarti mencari bekasan
atau jejak, dengan memperhatikan ayat-ayat berikut ini:
“ lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula ”.
(QS. Al-Kahfi: 64)
“ Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah yang
maha perkasa lagi maha bijaksana”. (QS Ali Imran: 62).
“ Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS. Yusuf: 111). [5]
Sedangkan menurut Manna al-Qattan Qashash Al-Qur’an
adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat
(kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Al-Qur’an
banyak mengandung keterangan tentang kejadian masa lalu, sejarah bangsa –
bangsa, keadaan negeri - negeri dan
peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua
keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.[6]
Dari
berbagai pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa secara global
pengertian dari Qashash Al-Qur’an adalah pemberitahuan Qur’an tentang
kisah umat yang telah lalu, kisah-kisa nabi, yang memuat berbagai peristiwa
yang telah terjadi. Di samping itu Qur’an juga memuat segala sesuatu sebagai
petunjuk bagi ummat manusia.
2. Jenis
– Jenis Qashash Al-Qur’an
a. Dilihat
dari Sudut Pandang Pelaku dan Peristiwa yang Mengikutinya
Dilihat dari sudut pandang peristiwa, maka sangat mungkinlah
jika selalu berkaitan dengan para pelaku peristiwa itu sendiri. Dalam hal ini
dapat dibagi menjadi tiga yaitu:[7]
1. Kisah
Para Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat
yang memperkuat dakwahnya, sikap-sikap orang-orang yang memusuhinya,
tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima
oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nuh,
Ibrahim, Musa Harun, Muhammad dan nabi-nabi serta rasul-rasul lainnya.
2. Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan
orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar
dari kampong halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah Talut
dan Jalut, dua orang putra Adam, penghuni gua, Zulkarnain, orang-orang yang
menangkap ikan pada hari Sabtu, Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Fil (pasukan
gajah) dan lain sebagainya.
3. Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah,
seperti perang Badar dan perang Uhud dalam surah Ali ‘Imran, perang Hunain dan
Tabuk dalam surah At-Taubah, perang Ahzab dalah surat Al-Azhab, hijrah,
Isra-Mi’raj dan lain-lain.
b. Dilihat
dari Panjang Pendeknya Kisah
Dilihat dari panjang pendeknya kisah Al-Qur’an, dapat
dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu:
1. Kisah
Panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf (12) yang hampir seluruh
ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanak sampai
dewasa dan memiliki kekuasaan. Contoh lainnya adalah kisah Nabi Musa dalam
surah al-Qashash (28), kisah Nabi Nuh dan kaumnya dalam surah Nuh (71), dan
lain-lain.
2. Kisah
yang lebih pendek dari bagian pertama (sedang), seperti kisah Maryam dalam
surah Maryam (19), kisah Ashab al-kahfi pada surah Al-Kahfi (18), kisah Nabi
Adam dalam surah Al-Baqarah (2) dan surah Thoha (20) yang terdiri atas sepuluh
atau belasan ayat saja.
3. Kisah
Pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, misalnya kisah
Nabi Hud dan Nabi Luth dalam surah Al-A’raf (7), kisah Nabi Shalih dalam surat
Hud (110), dan lain sebagainya.
C.
Ditinjau dari segi waktu, antara lain:
- Gaib pada masa lalu; dikatakan masa lalu karena kisah-kisah tersebut merupakan hal gaib yang terjadi pada masa lampau, dan disadari atau tidak kita tidak menyaksikan peristiwa tersebut, tidak mendengarkan juga tidak mengalaminya sendiri. Contoh-contoh dari kisah ini adalah:
- Kisah tentang dialog malaikat dengan tuhannya mengenai penciptaan kholifah di bumi, sebabagaimana tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 30-34
- Kisah tentang penciptaan alam semesta, sebagaimana diceritakan dalam QS. Al-Furqon: 59 dan QS. Qaf: 38.
- Kisah tentang penciptaan nabi Adam AS dan kehidupannya ketika d surga, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-A'raf: 7
- Gaib pada masa kini; dalam artian bahwa kisah tersebut terjadi pada masa sekarang, namun kita tidak dapat melihatnya di bumi ini. Contoh-contoh dari kisah ini adalah;
- Kisah tentang turunnya Malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar, seperti disebutkan dalam QS. Al-Qadar: 1-5
- Kisah tentang kehidupan makhluq-mahkluq gaib seperti setan, jin, Iblis, seperti tercantum dalam QS. Al-A'raf: 13-14.
- Gaib pada masa depan; dengan penjelasan bahwa semua akan terjadi pada masa depan ( di akhir zaman), Contoh-contoh dari kisah ini adalah;
- Kisah tentang akan datangnya hari kiamat, seperti tercamtu dalam QS. Qori'ah, Al-Zalzalah.
- Kisah Abu Lahab kelak di akhirat, seperti terdapat pada QS. Al-Lahab.
- Kisah tentang surga dan neraka orang-orang di dalamnya, seperti dijelaskan dalam QS. Al-Ghosiyah dan surat-surat yang lain .
3. Tujuan
Qashash Al-Qur’an
Adanya kisah dalam al-Qur’an menjadi
bukti yang kuat bagi umat manusia bahwa al-Qur’an sangat sesuai dengan kondisi
mereka. Karena sejak kecil sampai dewasa dan tua bangka tak ada orang yang tak
suka pada kisah, apalagi bila kisah itu mempunyai tujuan ganda, yakni sebagai
pelajaran dan pendidikan, juga berfungsi sebagai hiburan. al-Qur’an sebagai
kitab hidayah mencakup kedua aspek itu; bahkan disamping tujuan yang mulia itu,
kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa yang sangat indah dan menarik,
sehingga tidak ada orang yang bosan mendengar dan membacanya. Sejak dulu sampai
sekarang telah berlalu lebih dari empat belas abad, kisah-kisah al-Qur’an yang
diungkapkan dalam bahasa Arab itu masih up to date, mendapat tempat dan
hidup di hati ummat; padahal bahasa-bahasa lain sudah banyak yang masuk museum,
dan tidak terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti bahasa Ibrani, Latin, dan
lain-lain.
Kisah-kisah dalam al-Qur’an secara
umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan keagamaan.[8]
Jika dilihat dari keseluruhan kisah yang ada, maka tujuan-tujuan tersebut
dirinci sebagai berikut:
- Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan. Dalam al-Qur’an tujuan ini diterangkan dengan jelas di antaranya dalam Q.S. Yusuf (12): 2-3 dan Q.S. Al- Qashash (28): 3. sebelum mengutarakan cerita nabi Musa lebih dahulu al-Qur’an menegaskan, “Kami membacakan kepadamu sebagian dari cerita Musa dan Firaun dengan sebenarnya untuk kau yang beriman”. Dalam Q.S. Ali Imran (3): 44 pada permulaan cerita Maryam disebutkan, itulah berita yang ghaib, yang kami wahyukan kepadamu.
- Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa nabi Nuh sampai dengan nabi Muhammad saw; bahwa kaum muslimin semuanya merupakan satu ummat; bahwa Allah yang maha Esa adalah Tuhan bagi senuanya”. (Q.S. Al-Anbiyaa’ (21): 51 – 92 .
- Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh Nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa. (Q.S. Hud).
- Menerangkan dasar yang sama antara agama yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw, dengan agama Nabi Ibrahim, secara khusus dengan agama-agama bangsa Israel pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan itu lebih erat daripada hubungan yang umum antara semua agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan dalam cerita Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa.[9]
4. Faedah
Mempelajari Qashash Al-Qur’an
a. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan
pokok-pokok syariat yang dibawa oleh para Nabi: “Dan kami tidak mengutus
seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak
ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian Aku”. (Al-Anbiya (21):
25).
b. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati ummat Muhammad atas
agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran
dan para pendukungnya serta hancurnya kebathilan dan para pembelanya.
c. Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan
terhadap mereka serta mengabadikan jejak peninggalannya.
d. Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa
yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun
dan generasi.
e. Menyibak kebohongan para ahli kitab dengan hujjah yang
membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menentang
mereka sebelum kitab itu diubahnya. As-Syeikh Muhammad Abduh (Pelopor visi dan
paradigma rasional (kompromi antara Islam dengan peradaban barat) berpendapat
bahwa tidak perlu memadukan antara cerita-cerita yang ada dalam Al-Qur’an
dengan isi kitab bani Israil atau kitab-kitab sejarah kuno. Menurutnya
Al-Qur’an bukanlah catatan sejarah, juga bukan kisah/dongeng akan tetapi
merupakan petunjuk dan peringatan sehingga hal-hal yang diungkapkan dalam Al-Qur’an
diharapkan menjadi pelajaran dan menjelaskan sunnah-sunnah kemasyarakatan.[10]
f. Kisah
termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar
dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman
Allah: Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang berakal. (QS. Yusuf (12): 111).[11]
Melihat manfaat yang ada, tentunya
kita dapat memahami bahwasanya kisah yang terkandung dalam Al-Qur’an dapat
memberikan pemahaman kepada kita tentang arti pentingnya pesan yang terkandung
dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran.
5. Hikmah
Pengulangan Qashash Al-Qur’an
Menurut Manna Khalil al-Qattan,
bahwa pwnyajian kisah-kisah dalam al-qur’an begitu rupa mengandung beberapa
hikmah,[12]
yaitu:
1. Menjelaskan
ke-balagah-an al-Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Sebab di antara
keistimewaan balagah adalah mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai macam
bentuk yang berbeda. Dan kisah yang berulang itu dikemukakan di setiap tempat
dengan uslub yang berbeda satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola
yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan karenanya,
bahkan dapat menambah kedalam jiwanya makna-makna baru yang tidak didapatkan
disaat membacanya ditempat lain.
2. Menunjukkan
kehebatan mukjizat al-Qur’an. Sebab mengemukakan sesuatu makna dalam bentuk
susunan kalimat di mana salah satu bentukpun tidak dapat ditandingi oleh
sastrawan Arab, merupakan tantangan dahsyat dan bukti bahwa al-Qur’an itu
datang dari Allah.
3. Memberikan
perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan
melekat dalam jiwa. Hal ini karena penulangan merupakan salah satu cara
pengukuhan dan indikasi betapa besarnya perhatian.
4. Perbedaan
tujuan yang karenanya kisah itu diungkapkan. Maka sebagian dari makna-maknanya
diterangkan di suatu tempat karena hanya itulah yang diperlukan, sedang
makna-makna lainnya dikemukakan di tempat lain sesuai dengan tuntutan keadaan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
uraian di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
- Qashash al-Qur’an adalah pemberitahuan Qur’an tentang kisah umat yang telah lalu, kisah-kisa nabi, yang memuat berbagai peristiwa yang telah terjadi. Di samping itu Qur’an juga memuat segala sesuatu sebagai petunjuk bagi ummat manusia.
- Kita wajib percaya bahwasanya kisah-kisah dalam al-Qur’an merupakan bagian sejarah ummat manusia yang diungkapkan oleh Allah Swt berupa kisah-kisah dan cerita-cerita yang mengisahkan para Nabi dan Rasul, peristiwa para ummat terdahulu, dan kehidupan Muhammad SAW serta kehidupan yang semasa dengan beliau.
- Kita Juga harus percaya bahwa kisah-kisah dalam al_Qur’an itu dikemukakan bukan sekadar untuk menambah pengetahuan yang dapat dibuktikan dengan berbagai temuan ilmiah yang ada, karena jauh dari semuanya maksud dari cerita dalam al-Qur’an adalah menuntun manusia agar mengambil pelajaran dalam kisah-kisah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fattah, Shalah al-Khalidy, Ma’a Qashashis
Saabiqiina fil Qur’an diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo, Lc., MBA.,
MSc. Kisah-Kisah Al-Quran (Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu) Jilid I (Cet.
III; Jakarta: Gema Insani Press, 2000)
Abdussalam, Abdul Majid Al Muhtasib. Ittijaahaat
at-Tafsir Fi al-Ashri ar-Rahin diterjemahkan oleh Moh. Maghfur Wachid
dengan judul Visi dan Paradigma Tafsir Aquran Kontemporer . Bangil: Al
Izzah, 1997.
Anwar,
Rosihan. Ilmu Tafsir. (Cet. III; Bandung: Pustaka Setia, 2006)
Ash Shiddieqy, M. Hasbi . Ilmu-ilmu al-Qur’an
(Jakarta: Bulan Bintang, 1972
Baidan, Nasharuddin., Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Cet.
I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)
Darus
Solah Jember Jawa Timur: http://www.darussholah.com
Nasser, Sayyed Hossein., The Hearth of Islam: Pesan-pesan
Universal Islam untuk Kemanusiaan, (Cet. I; Bandung: Mizan, 2003)
Qattan, Manna Khalil al-., Mabahis fi Ulum al-Qur’an, (Mansyurat
al-Asi al-Haidis, 1973)
Qutb, Sayyid., Seni Penggambaran dalam al-Qur’an, terjemah
Chadijah Nasution, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981)
Syaikh Manna’Al-Qaththan. Mabahis fi Ulum al-Quran diterjemahkan
oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA. Dengan judul Pengantar Studi Ilmu
Al-Qur’an (Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006)
Tim Penyusun Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan. Ensiklopedia
Al-Quran: Kajian Kosakata (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2007)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Ke-III (Cet. II ed. III; Jakarta: Balai Pustaka,
2002)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar