Pengikut

Pages

Sabtu, 05 Januari 2013

BIOGRAFI UMMU SALAMAH RADIALLOHU’ANHA



BIOGRAFI
UMMU SALAMAH RADIALLOHU’ANHA


Nama Dan Nasab
            Beliau adalah Hindun binti Abi Umayyah bin Mughirah al-Makhzumiyah al-Qursyiyah. Nasab beliau sangat terhormat.
            Bapaknya Abu Umayah adalah putra dari salah seorang Quraisy yang diperhitungkan (disegani) dan terkenal dengan kedermawanannya. dijuluki sebagai "Zaad ar-Rakbi " yakni seorang pengembara yang berbekal. Dijuluki demikian karena apabila dia melakukan safar (perjalanan) tidak pernah lupa mengajak teman dan juga membawa bekal bahkan ia mencukupi bekal milik temannya.
            Ibu beliau benama 'Atikah  binti Amir bin Rabi'ah al-Kinaniyah dari Bani Farras yang terhormat.
Kepribadian Ummu Salamah
            Beliau adalah wanita yang nasabnya mulia, sangat cantik ,cerdas dan matang dalam memahami persoalan dengan pemahaman yang baik dan dapat mengambil keputusan dengan tepat. Beliau selalu andil dengan kecerdasannya dalam setiap persoalan untuk menjaga lurusnya umat dan mencegah mereka dari penyimpangan, terlebih  lagi terhadap para penguasa dari para Khalifah maupun para pejabat.

TAFSIR TAUHID DAN SYAHADAT LAA ILAAHA ILLALLAH



TAFSIR TAUHID DAN SYAHADAT LAA ILAAHA ILLALLAH
Allah SWT berfirman dalam surat Alisro ayat 57:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا (56) أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا (57)
Orang musyrik menyembah malaikta, nabi-nabi dan orang-orang shalih
Dari Ibnu Abas: orang musyrik berkata: “kami beribadah kepada para malaikat, Al Masih dan U’zair[1]  merekalah yang diibadahi.[2]
Dari ibnu Mas’ud: “sebagian dari golongan jin disembah  kemudian masuk islam. Ada segolongan manusia menyembah segolongan dari kalangan jin, namun golongn jin masuk islam akan tetapi segolongan manusia tetap pada agama mereka yaitu menyembah jin”[3]
Dalam riwayat lain juga dikatakan bahwa mereka menyembah Isa, Ibunya dan U’zair
Do’a adalah inti dari ibadah
Para mufasir mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai orang musyrik yang menyembah Nadi Isa dan ibunya, para malaikat dan U’zair. Dan Allah telah melarangnya dengan larangan yang sangat tegas seperti ancaman yang disebutkan dalam ayat ini. Ini menunjukan bahwa do’a mereka kepada selain Allah mesupakan syirik kepada Allah dan menghilangakn ketauhidan serta membatalkan syahadat Laa Ilaaha Illallah. Karena sesungguhnya tauhid adalh tidak menyeru selain kepada Allah saja. Ikhlas berarti meniadakan kesyirikan ini karena berdo’a kepada selain Allah adalah menuhankannya dan mengibadahinya.
Tidak ada yang bisa memberi madhorot dan manfaat kecuali hanya Allah
Seabagai mana disebutkan dalam tafsir ibnu katsir pada ayat ke 56 ini:
(قل) wahai Muhammad kepada orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah. (أدعوا الذين زعمتم من دونه) patung  dan tandingan yang lainnya, mereka mengutamakan cintanya kepada sesembahan itu. Bahwasannya sesembahannya itu (لا يملكون كشف الضر عنكم) maksudnya menyeluruh tanpa terkecuali (ولا تحويلا) juga tidak bisa memindahkan sesuatupun dari kalian.
Karena sesungguhnya yang bisa menghilangkan madhorot dan memindahkan sesuatu dari kalian hanyalah Allah saja.
Orang-orang yang disembah orang musyrik bertauhid dan menolak kesyirikan
Orang-orang shalih yang disembah orang musyrik berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah dengan Ikhlas kepada-Nya, menta’ati semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dan taqorrub yang paling tinggi adalah tauhid yang dibawa oleh para nabi dan rasul. Dan mereka diwajibkan beramal dengan tauhid ini dan menyeru kepaa tauhid. Inilah yang mendekatkan mereka kepada Allah yaitu menuju ampunan-Nya dan ridho-Nya.
Dalam ayat ini juga disebutkan bahwa mereka tidak berharap dan tidak takut kecuali hanya kepada Allah saja. Dan ini merupakan tauhid karena mencegah mereka dari kesyirikan dan mewajibakan mereka sangant berharap akan rahmaat-Nya dan sangat takut akan siksa-Nya.
Maka orang musyrik yang telah berdo’a kepada mereka sesungguhnya telah memutar balikan perkara. Karena orang musyrik meminta dari mereka padahal mereka mengingkari syirik kepada Allah yang terdapat dalam do’a orang musyrik yang meminta sesuatu kepada mereka bagi orang yang berdo’a kepada selain Allah.
Orang musyrik bukan hanya menyembah patung
Dari ayat ini juga ada sanggahan bagi mereka yang mengatakan bahwa orang-orang musyrik hanya menyembah patung-patung. Dalam ayat ini Allah mengingkari orang-orang yang berdo’a kepada para nabi, orang shalih dan para malaikat ataupun yang lainnya selain Allah.
Sesungguhnya do’a kepada orang yang telah meniggal untuk mendatangkan manfaat atau menangkal bahaya adalah syirik akbar yang tak akan Allah ampuni. Dan akan menghilangkan kandungan kalimat ikhlas.

Allah SWT berfirman:
{وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ إِلا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ}
Baro terhadap semua sesembahan selain Allah
ayat di atas menunjukan kaliamat tauhid yang agung ini yang bermakna menjauhkan diri dan berlepas diri dari semua sesembahan selain Allah dari semua sesembahan yang ada, bintang, benda-benda besar dan berhala-patung yang dibuat oleh kaum nuh yang berbentuk orang shalih, wada, suwa, yaguts, yau’q an nasro. Juga berlepas diri dari semua sesembahan yang lain seperti berhala-berhala dan tandingan-tandingan yang mereka sembah dari pembesar-pembesar mereka.
Menta’ati dalam kemaksiatan
{اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُم وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ ْ
Bawasannya rasulullah saw membacakan ayat ini kepda Ady bin Hatim yang berkata: “wahai Rasulullah, kami tidak menyembah mereka(pembesar)” Rasulullah bersabda: “bukankah mereka telah menghalalkan apa yang Allah haramkan maka kalian menghalalkannya? Dan mengharamkan apa yang Allah halalkan kemudian kalian mengharamkannya?” Ia berkata: “Iya” Rasulullah bersabda: “itulah bentuk penyembahan kepada mereka.”

Menta’ati seseorang dalam kemaksiatan merupakan syirij mkepada Allah SWT, dengan menta’atinya maka telah menjadikannya sebagai Tuhan. Seperti yang terjadi kepada para pemimpin saat ini, maka ini adalah syirik akbar yang dapat melenyapkan tauhid.



[1] U’zair adalah seorang nabi bani israil hidup pada masa nabi Dawu, nabi Sulaiman, Zakaria dan Yhya. Beliau pernah mati selama 1 abad kemudian Allah menghidupkannya kembali. Orang yahudi menyebutnya sebagai anak Allah.
[2] At Thobari tafsir (15/72)
[3] Shohih Bukhori no 4714, 4715 dan Muslim 3030

Lima Sunnah Fitrah




Lima Sunnah Fitrah

Hadits ke-30
عَن أبيِ هُرَيرة رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم
يَقُولُ: " الفطرة خمس: الْخِتَانُ، والاستِحْدَادُ، وَقَصُ الشَّارب، وَتَقلِيمُ الأظَافِرِ، وَنَتْف الإبْطِ ".[1]

“dari Abuhurairoh ra. Berkata Rasulullah saw bersabda: “Fitrah itu ada lima: berkhitan, istihadad, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.”
Makna global: Abu Hurairah menyebutkan bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda, lima kebiasaan yang merupakan dari ajaran islam. Yang Allah telah mensucikan manusia  dengan itu. Maka siapa saja yang telah melaksanakan kebiasaan ini, maka Ia telah melaksanakan  kebiasaan yang agung dalam islam.
Kelima kebiasaan ini berkenaan tentang hal kebersihan yang mana islam datang dengannya.lima kebiasaan ini adalah:
1.       Khitan
Khitan laki-laki (I’dzar) yaitu memotong kulup (kelopak kulit yang menutupi ujung kemaluan laki-laki sebelum dikhitan) hingga terbuka  seluruh pucuk zakar. Jika kulup ini tidak dipotong, maka najis dan kotoran sisa kencing akan menumpuk didalamnya. Dan akan menyebabkan berbagai penyakit dan luka. Juga dapat mengurangi kenikmatan dalam berjima’.
Khitan perempuan (khofdh) yaitu memotong bagian kulit paling dekat yang berada di atas vagina.
Hukum khitan  adalah wajib bagi laki-laki adapun bagi perempuan merupakan perbuatan yang terhormat jika dikerjakan.
2.       Istihdad
Yaitu memotong rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan atau dibawah perut baik bagian depan ataupun belakang. Yang dimaksud dalam lafadz hadist adalah menghilangkan rambut dengan memotongnya menggunakan pisau. Adapun jika meniadakannya dengan mencabutnya atau dengan obat perontok maka boleh saja. Namun yang disunnahkan dengan menggunakan pisau/gunting.
 jika tidak dipotong, memungkinkan najis tertinggal padanya dan bersuci menurut syari’at tidak terpenuhi karena masih ada najis yang tertinggal.
3.       Mencukur kumis
Yaitu mencukur atau memendekkan kumis. Maksudnya agar tidak mengganggu makan dan minum juga lebatnya kumis akan menjadi tempat berkumpulnya kotoran. Perintah ini juga untuk menyelisihi orang-orang kafir.
((مَن لم يأخذ من شاربه فليس مِنَّا)) ؛ رواه أحمد والنسائي والترمذي
Barang siapa tidak mencukur kumisnya maka bukan termasuk dari kami (HR. Ahmad, NasaI dan Tirmidzi)
وعن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: ((جُزُّوا الشوارب وأَرْخُوا اللِّحَى، خالفوا المجوس)) ؛ رواه مسلم

Dari Abu Hurairoh radiallohuanhu berkata Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “cukurlah kumis dan peliharalah jenggot. Selisihilah orang-orang majusi” (HR. Muslim)
4.       Memotong kuku
Yaitu memotong kuku yang panjangnya melebihi daging jari. Jika tidak dipotong,kotoran akan berkumpul padanya kemudian kotoran ini akan becampur dengan makanan dan menyebabkan penyakit.
Disunnahkan memulai memotongnya dari jari tangan kanan terlebih dahulu.
5.       Mencabut bulu ketiak
Jika bulu ketiak ini tidak dicabut, maka akan menyebabkan bau yang tak sedap. Hukumnya sunnah.
Tambahan:
·         Tidak meninggalkan sunnah ini lebih dari 40 hari
وعن أنس بن مالك - رضي الله عنه - قال: "وقَّت لنا رسول الله - صلى الله عليه وسلم - في قصِّ الشارب وتقليم الأظافر ونتف الإبط وحلق العانة أن لا تترك أكثر من أربعين ليلة"؛ رواه الخمسة إلا ابن ماجه
Dari Anas bin Malik raiallohuanhu berkata:”Rasulullah sholallohu A’laihi Wasallam telah menetapkan waktu untuk mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu yang tumbuh disekitar kemaluan. Bahwasannya kalian tidak boleh meninggalkannya lebih dari 40 malam”. (diriwayatkan oleh kelima imam hadits kecuali Ibnu Majah)

Hikmah dari  hadits ini:
1.      Bahwasannya fitrah Allah semuanya mengarah kepada kebaikan dan menjauhkan dari keburukan.
2.      Kelima keniasaan ini dalah dari fitrah Allah yang Allah cintai dan Allah perintahkan. Menjadikan pelakunya kepada tabiat yang baik dan menjauhkan dari tabiat yang jelek
3.      Sesungguhnya agama islam datang dengan membawa kebersihan, keindahan  dan kesempurnaan.
4.      Diperintahkan untuk menjaga kelima kebiasaan ini dan tidak melalaikannya
5.      Jumlah lima disini bukan merupakan batasan
6.      Kebiasaan ini mengndung beberapa faidah:
·         Memperindah penampilan
·         Membersihkan badan
·         Menyelisihi budaya kafir
·         Melaksanakan perintah Allah
7.      Perbuatan yang banyak dikerjakan oleh para pemuda dan pemudi sekarang berupa memanjangkan kuku, melebatkan kumis dan semua hal yang dilarang oleh syri’at adalah dipandang buruk baik dari segi akal ataupun persaan. Dan sesungguhnya islam ini tidaklah menyuruh kecuali kepada keindahan dan tidak melarang kecuali dari keburukan.












[1] Bukhori bab libas(349,334:10)bab isti’dzan (88:11), Muslim (222, 221:1), Abu Dawud (84:44), Tirmidzi (91:51),Nasa’I (14:1), Ibnu Majah (107:1) dan Imam Malik dalam Muwatho’ (921:2)

URGENSI MENJAGA SALAMATUL AQIDAH



URGENSI MENJAGA SALAMATUL AQIDAH


Hakikat aqidah adalah pondasi dari dinul Islam ini, rukun yang pertama dari lima rukun Islam maka sudah menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk memberikan perhatian yang besar kepadanya dan memprioritaskannya dengan menjaganya serta mempelajarinya, sehingga seseorang senantiasa bisa berada di atas jalan kebenaran, kebaikan dan kearifan, berada di atas manhaj aqidah yang benar sebab Ad-Diin apabila dibangun di atas pondasi yang benar maka ia akan menjadi kuat kokoh dan pastinya diterima di sisi Allah Ta’ala, akan tetapi jikalau agama ini dibangun di atas sebuah pondasi yang lemah mudah tergoyahkan, maka agama ini pun akan menjadi rusak tatanannya kabur nilai-nilai kebenarannya.
Maka dari pada otu para ulama pun sangat mencurahkan perhatian mereka kepada yang satu ini dan tidak sekali-kali mengada-ada dengan hanya sekedar menyandarkan kepada akal fikirannya semata dalam menjelaskannya, bahkan para ulama kontemporer telah dan harus mengambil riwayat dalam permasalahan aqidah dari para pendahulu mereka. Karena dalam hal ini, aqidah yang bersumber langsung dari Allah dan Rasulullah kemudian ditalaqqi oleh para sahabat kepada Rasulullah, mereka ridlwanullah ‘alaihim tidak pernah sekalipun ada keraguan terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah sehingga aqidah mereka terbangun di atas pondasi Al-Qur’an dan Sunnah, tidak terkontaminasi dengan berbagai pikiran-pikiran yang meruntuhkan pondasi aqidah mereka dan belum terlalu banyak perselisihan maupun perbedaan pendapat diantara mereka, cukup apa yang dikatakan oleh Allah dan Rasulullah

Lafadz Al A’m




(Contoh Lafadz Al A’m, Al Khos, Takhshis Al A’m dan Mahfum Mukholafah)
Lafadz Al A’m
خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا
“Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid , makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan…..” (Q.S. Al A’rof:31)
مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خِلَالٌ
“sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan…” (Q.S. Ibrahim:31)
إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya . Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus ."(Q.S. Huud:56)

QIYAS DALAM IBADAH

QIYAS DALAM IBADAH


                                                                                                
1.       Apakah boleh qiyas dalam ibadah?
-          Qiyas tidak berlaku dalam masalah aqidah dan ibadah yang bersifat mahdhah, yaitu ibadah yang tidak bercampur dengan kebiasaan. (Syarh Ushul Sunnah Imam Ahmad)
-          Imam Syafi'i berkata tidak ada Qiyas (analogi) dalam urusan Ibadah
-          Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: dalam masalah peribadatan hanya terbatas pada dalil (Nash - nash) dan tidak boleh dipalingkan dengan berbagai macam Qiyas dan Ro'yu (pikiran). (Kitab Tafsir Ibnu Katsir Juz IV hlm. 272)
-          Namun ada juga yang membolehkan
2.       Hukum niat dalam wudhu adalah wajib, begitu juga ketika tayammum wajib niat tayammum
3.       Apa hukum beristinja dengan pulpen, kain, kertas atau sejenisnya?
Boleh karena semuanya adalah benda suci seperti halnya batu. Dan tidak ada dalail yang menunjukan bahwa barang-barang diatas najis. Adapun yang dilarang untuk beristinja adalah benda-benda najis, tahi dan tulang. Juga tidak dibolehkan menggunakan benda-benda yang harus dimuliakan.

4.       Apa hukum menyentuh dubur jik diqiyaskan dengan kemaluan dalam keadaan suci (memiliki wudhu), apakah membatalkan wudhu?
Tidak, karena i’lah yang bahwa menyentuh dzakar membatalkan bukanlah karena dzakar tempat keluarnya najis. Dan dalam menyentuh dzakar juga ulama berbeda pendapat ada yang mengatakan batal ada juga yang tidak membatalakan, ini karena dalam hadits Rasulullah disebutkan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan karena ia sama seperti anggota tubuh yana lain. Maka bagaimana bias diqiyaskan?
Imam Syafi’i mengatakan bahwa menyentuh benda najis tidak membatalkan wudhu apalagi kalau hanya menyentuh tempat keluarnya
5.       Apa hukum mengusap sepatu ketika wudhu yang terbuat dari kain, kayu atau kaca?
Dibolehkan atas dasr bawha ada yang berkata kepad aIbnu Umar, “Kami melihatmu memakai alas kaki As-Syibtiyyah?” Ia berkata, “Sesungguhnya aku pernah melihat Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasallam mamakainya kemudian beliau wudhu dan membasuh kedunya.” (Bukhari 166, Muslim 1187)
Dalam hadits ini  tidak dijelaskan terbuat dari jenis apa alas kakinya. Yang jelas adalah penutup kaki.
6.       Apa hukum mengusap jilbab/imamah ketika wudhu
 عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى عِمَامَتِهِ وَخُفَّيْهِ
Dari Abu Salamah dari Ja'far bin 'Amru bin Umayyah dari Bapaknya ia berkata, "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengusap sorban dan sepasang sepatunya."
(HR. Bukhori)
Dari hadits ini, jilbab bias diqiyaskan dengan sorban, maka boleh bagi wanita mengusap jilbabnya ketika wudhu.

Referensi:
Syarh Ushul Sunnah Imam Ahmad
Kitab Tafsir Ibnu Katsir
Shohih Bukhori
Shohih Muslim