Pengikut

Pages

Minggu, 30 Desember 2012

mengqodha shalat



Mengqodo Sholat
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ فَضَالَةَ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّه أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ جَاءَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كِدْتُ أُصَلِّي الْعَصْرَ حَتَّى كَادَتْ الشَّمْسُ تَغْرُبُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ فَتَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا الْمَغْرِبَ
(BUKHARI - 561) : Telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Fadlalah berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abu Salamah dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa 'Umar bin Al Khaththab datang pada hari peperangan Khandaq setelah matahari terbenam hingga ia mengumpat orang-orang kafir Quraisy, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku belum melaksanakan shaat 'Ashar hingga matahari hampir terbenam!" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Demi Allah, aku juga belum melakasanakannya." Kemudian kami berdiri menuju aliran air (sungai), beliau berwudlu dan kami pun ikut berwudlu, kemudian beliau melaksanakan shalat 'Ashar setelah matahari terbenam, dan setelah itu dilanjutkan dengan shalat Maghrib."
Penjelasan kata-kata asing:


يوم الخندق         : Perang Ahzab yang mana para kafir Quraisy beserta Qobilah-qobilah  dari Najd mengepung Madinah
ما كدت             : Salah satu af’al muqorobah yang artinya hampir melakukan

Senin, 17 Desember 2012

ATURAN BERFATWA



Aturan Berfatwa
170>> Yang diperintahkan bagi setiap muslim adalah menjadikan semua perbuatannya berkesesuaian dengan syariat Islam dan menerima semua hukum islam. Begitu juga dalam segi pergaulannya dengan orang lain harus didasari dengan syariat Islam. Maka karena itu wajib bagi semua yang tidak tahu untuk mengetahui akan syariat Islam agar perbuatannya sesuai dengan batasab syariat. Dan salah satu usahanya adalah dengan adanya ulama yang berperan aktif dalam menyampaikan ilmunya dan bertanyanya  orang awam kepada ulama dalam masalah hukum Islam.
171>> Mengajarkan dan menyampaikna syariat Islam adalah sudah menjadi kewajiban yang diwajibkan oleh islam kepada orang yang berilmu. Maka sudah selayaknya seorang ulama untuk mengajari orang awam tentang syariat islam sesuai kebutuhan mereka. Dan akan semakin bertambah tingkat kewajibannya tatkala kebodohan akan syariat Islam merajalela di masyarakat, tatkala berkurangnya kegiatan transfer ilmu akan syariat Islam dan tatkala kebida’ahan semakin nampak. Jika ulama menahan ilmunya tidak menyampaikan kewajibannya dan tidak mengajarkan ilmu yang dimilikinya maka ia telah berdosa karena ia telah menyembunyikan ilmunya yang semestinya disebarluaskan dan diajarkan kepada masyarakat. Dan jika para ulama sudah terjun ke medannya untuk menyampaik ilmunya maka wajib bagi masyarakat untuk menerima, mendengar dan mempelajarinya  dan selanjutnya mengamalakannya. Jika masyarakat tidak mendengarkannya dan bahkan menolaknya maka telah berdosa.

Minggu, 16 Desember 2012

PARA SYUHADA BADAR






PARA SYUHADA’ BADAR


A.      Golongan Muhajirin

1.       Ubadah bin Harits bin Abdul Muthalib bin Abdi Manaf
2.       Umair bin Abi Waqqash, saudara Sa’ad bin Abi Waqqash, dia terbunuh dalam usia 16 tahun.
3.       Dzausy Syimalain bin Abdu Amru bin Nadhalah Al-Khuza’i, sekutu Bani Zuhrah.
4.       ‘Aqil bin Bukair Al-Laitsi, sekutu Bani ‘Adi bin Ka’ab.
5.       Mihja’ Maula Umar bin Khattab.
6
.       Shafwan bin Baidha’, dari Bani Harits bin Fihr.

B.      Golongan Anshar

a.       Aus
7.       Sa’ad bin Khaitsamah bin Amru bin Auf.
8.       Mubasysyir bin Abdul Mundzir bin Zanbar.

b.      Khazraj
9.       Yazid bin Harits bin Fushum bin Harits bin Al-Khazraj.
10.   Umair bin Humam (dari Bani Salimah)
11.   Rafi’ bin Al-Mu’alla (dari Bani Habib bin Abdu Haritsah)
12.   Haritsah bin Suraqah (dari Bani Najjar)
13.   Auf bin Afra’ (dari Bani Najjar)
14.   Mu’awwadz bin Afra’ (dari Bani Najjar)

Sabtu, 15 Desember 2012

MAHABBAH (RASA CINTA) DAN TINGKATANNYA

                 MAHABBAH (RASA CINTA) DAN TINGKATANNYA

Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwwah adalah mahabbah (kecintaan). Adapun tingkatan mahabbah yang paling rendah adalah bersihnya hati (salamush shadr) dari perasaan hasud, membenci, dengki dan sebab-sebab permusuhan dan pertengkaran.

Al Qur'an menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan (oleh Allah) terhadap orang-orang yang kufur terhadap risalah-Nya dan menyimpang dari ayat-ayat-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan di antara orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan." (Al Maidah: 14)
Al Qur'an telah berbicara tentang khamr dan judi yang keduanya termasuk dosa besar yang mencelakakan dalam pandangan Islam. Sebagai alasan pertama diharamkannya adalah menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam masyarakat, betapa pun keduanya berbahaya dari sisi yang lainnya yang juga tidak bisa disembunyikan, Allah SWT berfirman:

KISAH PERANG UHUD



بسم الله الرحمن الرحيم
KisahPerangUhud
Bab :TidakDisukainyaPerselisihandanAkibatMenyelisihiPemimpin
عن الْبَرَاءِبْنِعَازِبٍرَضِيَاللهُعَنْهُمَايُحَدِّثُقَالَجَعَلَالنَّبِيُّ ? عَلَىالرَّجَّالَةِيَوْمَأُحُدٍوَكَانُواخَمْسِينَرَجُلًاعَبْدَاللهِبْنَجُبَيْرٍفَقَالَإِنْرَأَيْتُمُونَاتَخْطَفُنَا (تَخَطَّفُنَا) الطَّيْرُفَلَاتَبْرَحُوامَكَانَكُمْهَذَاحَتَّىأُرْسِلَإِلَيْكُمْوَإِنْرَأَيْتُمُونَاهَزَمْنَاالْقَوْمَوَأَوْطَأْنَاهُمْفَلَاتَبْرَحُواحَتَّىأُرْسِلَإِلَيْكُمْفَهَزَمُوهُمْ (فَهَزَمَهُمْ) قَالَفَأَنَاوَاللهِرَأَيْتُالنِّسَاءَيَشْتَدِدْنَ (يَشْدُدْنَ) قَدْبَدَتْخَلَاخِلُهُنَّوَأَسْوُقُهُنَّرَافِعَاتٍثِيَابَهُنَّفَقَالَأَصْحَابُعَبْدِاللهِبْنِجُبَيْرٍالْغَنِيمَةَأَيْقَوْمِالْغَنِيمَةَظَهَرَأَصْحَابُكُمْفَمَاتَنْتَظِرُونَفَقَالَعَبْدُاللهِبْنُجُبَيْرٍأَنَسِيتُمْمَاقَالَلَكُمْرَسُولُاللهِ ? قَالُواوَاللهِلَنَأْتِيَنَّالنَّاسَفَلَنُصِيبَنَّمِنَالْغَنِيمَةِفَلَمَّاأَتَوْهُمْصُرِفَتْوُجُوهُهُمْفَأَقْبَلُوامُنْهَزِمِينَفَذَاكَإِذْيَدْعُوهُمُالرَّسُولُفِيأُخْرَاهُمْفَلَمْيَبْقَمَعَالنَّبِيِّ ? غَيْرُاثْنَيْعَشَرَرَجُلًافَأَصَابُوامِنَّاسَبْعِينَوَكَانَالنَّبِيُّ ? وَأَصْحَابُهُأَصَابَ (أَصَابُوا) مِنَالْمُشْرِكِينَيَوْمَبَدْرٍأَرْبَعِينَوَمِائَةًسَبْعِينَأَسِيرًاوَسَبْعِينَقَتِيلًافَقَالَأَبُوسُفْيَانَأَفِيالْقَوْمِمُحَمَّدٌثَلَاثَمَرَّاتٍفَنَهَاهُمُالنَّبِيُّ ? أَنْيُجِيبُوهُثُمَّقَالَأَفِيالْقَوْمِابْنُأَبِيقُحَافَةَثَلَاثَمَرَّاتٍثُمَّقَالَأَفِيالْقَوْمِابْنُالْخَطَّابِثَلَاثَمَرَّاتٍثُمَّرَجَعَإِلَىأَصْحَابِهِفَقَالَأَمَّاهَؤُلَاءِفَقَدْقُتِلُوافَمَامَلَكَعُمَرُنَفْسَهُفَقَالَكَذَبْتَوَاللهِيَاعَدُوَّاللهِإِنَّالَّذِينَعَدَدْتَلَأَحْيَاءٌكُلُّهُمْوَقَدْبَقِيَلَكَمَايَسُوءُكَقَالَيَوْمٌبِيَوْمِبَدْرٍوَالْحَرْبُسِجَالٌإِنَّكُمْسَتَجِدُونَفِيالْقَوْمِمُثْلَةًلَمْآمُرْبِهَاوَلَمْتَسُؤْنِيثُمَّأَخَذَيَرْتَجِزُأُعْلُهُبَلْأُعْلُهُبَلْقَالَالنَّبِيُّ ? أَلَاتُجِيبُوالَهُ (أَلَاتُجِيبُونَهُ) قَالُوايَارَسُولَاللهِمَانَقُولُقَالَقُولُواأَللهُأَعْلَىوَأَجَلُّقَالَإِنَّلَنَاالْعُزَّىوَلَاعُزَّىلَكُمْفَقَالَالنَّبِيُّ ? أَلَاتُجِيبُوالَهُ (أَلَاتُجِيبُونَهُ) قَالَقَالُوايَارَسُولَاللهِمَانَقُولُقَالَقُولُواأَللهُمَوْلَانَاوَلَامَوْلَىلَكُمْ


Artinya :Al Baro' bin 'Azibradliallahu 'anhumabercerita; NabiSAWmenunjuk 'Abdullah bin Jubairsebagaikomandanpasukanpejalan kaki (pemanah)yang berjumlah lima puluh orangpadaperangUhud. Beliauberpesan: "Jika kalian melihat kami disambarburung, maka kalianjanganmeninggalkantempat kalian hinggaakumengirimutusanuntukmemberitahu. Dan jika kalian melihat kami mengalahkanmusuhdanmenginjak-injakmereka, maka kalian janganmeninggalkantempat kalian hinggaakumengirimutusan".AkhirnyaKaumMuslimindapatmengalahkanmusuh. Al Baro' berkata: "Adapunaku, demi Allah, akumelihatparawanita (musuh) berlariansehingga Nampak gelang di kaki-kaki danbetis-betismerekakarenamerekamengangkatpakaianmereka". Makaanakbuah 'Abdullah bin Jubairberkata: "Itughonimah (rampasanperang). Para sahabat kalian telahmenang, jadi, apa yang kalian tunggu?".Maka 'Abdullah bin Jubairberkata: "Apakah kalian lupapesanRasulullah saw?".Merekamenjawab: "Sungguhkitaharusmendatangimereka agar kitamendapatkanghonimah". Ketikamerekamendatanginya, wajah-wajahmerekadipalingkan (daritujuanutama) hinggamerekaberlariankocar-

KETIKA MENURUNI LEMBAH



(132) Bab Bertasbih Ketika Menuruni Lembah

111 - [2993]- حَدّثنا محَمَّد بْن يوسفَ : حَدَثَنَا سفيَان، عَنْ حصَيْنِ بْنِ عَبْد الرَّحْمنِ، عَنْ سَالمِ بْنِ أِبي الجَعْدِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللّهِ (1) رضي الله عنهما، قَالَ : « كنَا إِذَا صَعِدْنَا كَبرنَا، وَإذَا نَزَلنا سَبَّحْنَا » . (2)
وفي رواية : « كنّا إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرنَا، وإِذَا تصوَّبْنَا سَبّحْنَا » .
(2993) Imam Bukhari Rahimahullah berkata , “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf,  telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Hushain bin Abdirrahman dari Salim bin Abil Ja’di dari Jabir bin Abdillah radiyallahu anhu beliau berkata, “Dahulu kami jika menaiki lembah maka kami bertakbir, dan ketika kami menuruninya kami bertasbih”[1]. Dan dalam suatu riwayat disebutkan, “Dulu kami jika menaiki lembah kami bertakbir dan  jika kami menuruninya (menggunakan lafaz “tashowwabna”) maka kami bertasbih”.

Syarh Hadits :
" تصوَّبنا " yaitu berarti ketika turun atau melalui jalan yang rendah/menurun[2].
Pelajaran Dakwah yang dapat dipetik dari hadits :
1.      Antusiasme para Sahabat radiyallahu anhum pada dzikir kepada Allah azza wa jalla.
2.      Termasuk salah satu sifat da’i adalah, mengagungkan Allah azza wa jalla
3.      Termasuk sifat da’i juga adalah,  mengkuduskan atau mensucikan Allah azza wa jalla.
Hadits ini memuat pelajaran dakwah dan juga beberapa faidah yang agung, diantaranya :
Pertama : Antusiasme para Sahabat radiyallahu anhum dalam hal dzikir kepada Allah azza wa jalla.
Hadits diatas menunjukkan betapa antusiasnya para sahabat dalam berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wata’ala. Hal ini ditunjukkan ketika mereka menaiki jalanan diatas bukit atau di pegunungan atau suatu tempat yang tinggi mereke mengucapkan takbir, “Allahu Akbar”. Dan dalam hadits Abdillah bin Qais mereka mengucapkan, “Laa ilaha illallahu wallahu akbar”. Dan ketika mereka menuruni lembah atau tempat menurun yang rendah mereka mengucapkan, “Subhanallah” sebagaimana yang diucapkan oleh sahabat Jabir bin Abdillah, “Dahulu kami jika menaiki lembah maka kami bertakbir, dan ketika kami menuruninya kami bertasbih”.

MAKRUH BERSAFAR KE NEGRI MUSUH DENGAN MEMBAWA AL-QUR'AN



Makruh Bersafar ke Negeri Musuh Dengan Membawa Mushaf (al-Qur’an)


حدثنا عبد الله بن مسلمة، عن مالك ، عن نافع، عن عبد الله بن عمر  رضي الله عنهما : « أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى أن يسافر بالقرآن إلى أرض العدو »

“Telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang bepergian dengan membawa Al Qur'an ke negeri musuh.                            (HR. Bukhari : 2768)[1]

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُسَافَرَ بِالْقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; saya membacakan di hadapan Malik; dari Nafi' dari Abdullah bin Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang membawa mushaf Al Qur'an ke daerah musuh."  (HR. Muslim : 1869)

DI MAKRUHKAN MENGERASKAN SUARA DALAM TAKBIR



Bab Dimakruhkannya Mengeraskan Suara Dalam Takbir

حَدَّثَنَا محَمَّد بْن يوسفَ : حَدَّثَنَا سفْيَان، عَنْ عَاصِمٍ ، عَنْ أَبِي عثْمَانَ، عَنْ أَبِي موسَى الأشعري (1) رضي الله عنه ، قَالَ : « كنَّا مَعَ رَسولِ اللّهِ صلى الله عليه وسلم، فَكنَا إِذَا أشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرنَا، ارْتَفَعَتْ أصوَاتنَا . فَقَالَ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم : يَا أيهَا النَّاس، ارْبَعوا عَلَى أَنْفسِكمْ، فَإِنَكمْ لَا تَدْعونَ أَصَمَّ، وَلَا غَائِبا، إِنَّه مَعَكمْ، إِنَّه سَمِيع قَرِيب ، تَبَارَكَ اسْمه، وَتَعَالَى جَدّه » .
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Yusuf telah bercerita kepada kami Sufyan dari 'Ashim dari Abu 'Utsman dari Abu Musa Al Asy'ariy t berkata, Kami pernah bepergian bersama Rasulullah `  dan apabila menaiki bukit kami bertalbiyah dan bertakbir dengan suara yang keras. Maka Nabi ` bersabda: "Wahai sekalian manusia, rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan juga bukan Dzat yang jauh. Dia selalu bersama kalian dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Maha suci nama-Nya dan Maha Tinggi kebesaran-Nya".

AMAR MA'RUF


Poin Amar Ma’ruf
1.      Kemunkaran
Ta’rif dari hisbah itu sendiri adalah memerintah kepada yang ma’ruf ketika sudah mulai ditinggalkan dan mencegah dari yang munkar jika sudah terang-teraangan dilakukan. Sesungguhnya munkar terkadang juga mengerjakan yang dilarang Syari’at dang juga kadang meniggalkan yang diperintahkan syari’at, maka munkar menjadi dua arti :
a.       Ijabi yaitu mengerjakan yang dilarang oleh Syari’at,
b.      Salaby yaitu meninggalkan apa yang disuruh oleh Syari’at.
Dan adapun Ihtisab menjadi dua sisi
a.       Melarang kedua-duanya, yaitu melarang orang yang melakukan yang dilarang oleh syari’at sampai tidak ada tuntas,
b.      Melarang orang yang meniggalkan apa yang disuruh syari’at.
2.      Maksud kemunkaran.
300- Jika poin dari kemukaran menjadi dua sisi, maka apa yang dimaksud dengan munkar itu sendiri ?
Mayoritas mukar diartikan dengan ma’shiyah,maka ma’shiyah itu sendirir adalah melanggar Syari’at baik dalam arti meninggalkan yang dilarang atau melakukan yang dilarang oleh syari’at itu sendiri, ma’shiyat yang berupa  dosa besar atau kecil sama saja. Baik yang berhubungan dengan hak-hak Allah atau hamba. Dan baik itu makshiyat amalan hati dan anggota tubuh.

NIZHOMUL HISBAH


NIZHOMUL HISBAH
Setiap muslim memiliki tuntutan dalam dirinya untuk senantiasa menyelaraskan perkataan dan perbuatannya sesuai dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala memerintahkan kepada para dai’ untuk menyampaikan apa yang telah mereka dapatkan tentang Islam. Disamping itu, hal tersebut juga sangat diperlukan karena tidak sedikit dari orang Islam yang bodoh akan dien mereka sendiri, dienul Islam. Baik hal itu dikarenakan dakwah Islam yang belum sampai kepada mereka atau karena intensitas dakwah yang kurang.
Sehingga timbul kemaksiatan-kemaksiatan dan pelanggaran-pelanggaran syariat Islam yang disebabkan kebodohan. Meskipun mereka sudah mengetahui tentang syariat Islam namun terkadang mereka tetap melakukan kemaksiatan karena mengikuti hawa nafsu.
Jika dalam sebuah tatanan masyarakat kemungkaran telah nampak, maka wajib untuk memberantasnya. Dan jika kebaikan-kebaikan mulai menghilang, maka wajib bagi para dai’ khusunya, dan orang-orang mukmin pada umumnya untuk mengajak manusia menghidupkannya kembali. Disinilah peran para dai’ untuk senantiasa beramar ma’ruf nahyi mungkar.

KISAH NABI YA'KUB DAN PUTRANYA YUSUF AS


Kisah Nabi Ya’qub AS Dan Putranya Yusuf AS


Kisah ini termasuk salah satu kisah dari kisah-kisah yang sangat mengagumkan, yang dijelaskan oleh Allah secara keseluruhan (lengkap), dan Allah menjelaskannya tersendiri dalam suatu surat yang panjang dengan penjelasan yang rinci dan gamblang, yang dapat dibaca dari tafsirnya. Di dalamnya Allah SWT menjelaskan kisah Nabi Yusuf AS dari awal hingga akhir berikut sejumlan perubahan dan peristiwa yang terjadi yang menyertainya. Berkenaan dengan kisah tersebut, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya.” (Yusuf: 7).

KISAH NABI SHALIH AS


Kisah Nabi SHALIH AS


Kaum Tsamud ialah kaum ‘Ad generasi kedua yang tinggal di daerah Al-Hijr dan daerah-daerah sekitarnya. Mereka itu dikenal sebagai ahli dalam bidang peternakan dan pertanian. Mereka diberi sejumlah ni’mat, sehingga mereka dengan mudah membangun istana-istana yang megah serta pondokan-pondokan yang dibangun di atas gunung-gunung yang diukir dan dihiasi dengan berbagai hiasan yang indah.

KISAH NABI NUH AS


KISAH NABI NUH AS


Sepeninggal Nabi Adam AS, manusia tinggal dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai umat yang satu yang mengikuti petunjuk. Setelah itu mereka berselisih dan setan pun memasukkan kejelekan yang bermacam-macam kepada mereka dengan berbagai cara:

KISAH NABI IBRAHIM AS


KISAH NABI IBRAHIM AS


Allah telah menceritakan dalam kitab-Nya biografi Nabi Ibrahim AS dalam sejumlah ayat, karena di dalamnya terdapat teladan yang baik bagi kita, dimana keteladanan itu secara umum dapat kita temukan pada biografi para nabi dan secara secara khusus pada biografi Nabi Ibrahim AS.

Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada Nabi kita SAW dan kepada kita supaya mengikuti ajaran agamanya dalam hal yang berkaitan dengan akidah, akhlak serta ibadah baik yang berhubungan langsung dengan Allah maupun yang berhubungan dengan manusia.

Allah Ta’ala memberi petunjuk kepada Nabi Ibrahim AS, mengajarinya ilmu sejak kanak-kanak serta memperlihatkan kepadanya kerajaan langit dan bumi. Karena itu, ia menjadi manusia yang paling agung dalam segi keyakinan, ilmu serta kekuatan dalam urusan agama Allah serta kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya.

Allah mengutusnya kepada kaum musyrikin yang menyembah matahari, bulan dan bintang yaitu kaum ash-Shab’iah, yaitu suatu kaum yang paling jelek dan paling berbahaya terhadap manusia, sehingga Nabi Ibrahim AS menyeru mereka ke jalan Allah dengan berbagai macam cara.

KISAH NABI HUD AS


KISAH NABI HUD AS


Allah telah mengutus Nabi Hud AS kepada kaum ‘Ad yang pertama yang tinggal di daerah Ahqaf; sebuah padang pasir di Hadramaut. Ketika mereka banyak melakukan kejahatan dan kelaliman terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala, seraya mereka berkata, “Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami.” (Fushshilat: 15). Juga mereka pun melakukan kesyirikan kepada Allah dan mendustakan para rasul-Nya.

Allah mengutus Nabi Hud AS kepada mereka untuk menyeru mereka supaya beribadah kepada Allah serta mengesakan-Nya, dan mencegah mereka dari kemusyrikan serta perbuatan zhalim terhadap hamba-hamba-Nya. Nabi Hud AS menyeru mereka dengan berbagai cara dan mengingatkan mereka terhadap ni’mat yang telah dikaruniakan Allah SWT kepada mereka berupa kemewahan dunia, kelapangan rezki dan kekuatan. Tetapi mereka menolak seruannya, tidak memenuhinya serta menunjukkan kesombongan, seraya mereka berkata, “Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata.” (Hud: 53)

AMR BIN LUHAI


Asal [1]Al Amru bin Luhai[i] AL khuzai dia adalah  dari bani khuza'ah .Dimana bani khuza'ah memimpin mekah selama 300 tahun atau 500 tahun. Tampuk kepemimpinan terakhir dipegang  oleh Halil Bin Habasyi Bi Salul Bin Ka'ab Bin Amru Bin Rabi'ah Alkhuzai.
Halil bin habasyi ini telah dinikahkan oleh kusay bin kilab dengan anaknya yang bernama huba, yang melahirkan empat anak masing-masing anak – anak mereka adalah abdu dar, abdu manaf , abdul uzza, dan yang terakhir a'bdan.
Amru bin luhai al khuzaimi adalah sosok manusia yang antusias dalam menyebarkan kebaiakan baik dalam masalah shodaqoh atau dalam semua urusan agama. Bahkan manusia sampai menduganya sebagai salah satu pembesar ulama atau wali, sehingga mereka mengangkatnya sabagai penguasa mekah dan baitullah.

Amr Bin Luhai Adalah Orang Pertama Kali Mendatangkan Berhala

Ibnu Hisyam berkata : [2]pada suatu hari Amru bin Luahi Al Khuzai keluar  dari mekah ke Syam tatkala datang di maa'arib disebuah tempat yan bernama Balqa'. Ketika itu ma'arib didiami anak keturunan Imlaq ( ada yang mengatakanAmliq)  nama suatu kaum yang raksasa  yang berketurunan Amliq bin Lawudz bin Sam bin  Nuh melihat mereka menyembah berhala maka dia amru berkata berhala –berhala apa yang kalian sembah seperti yang aku lihatini ?  mereka menyahut ini adalah sebuah patung sesembahan dan sebagai penolong tatkala diimintai pertolongan, serta pemberi hujan tatkala di mintai hujan, maka dia ( Amru bin Luhai Al khuzai berkata berkata bolehkah kamu memberikan satu berhala  yang akan saya beawa kejazirah arab agar mereka menyembah? maka mereka menyerahakan patung yang bernama Hubal, dasaat tiba di mekah dia meletakannya disumur dekat  ka'bah serta menyuruh oarang-orang arab untuk menyembahnya maka mereka semua menaatinya. Disaat tersebarna berita yan demikian orang-orang hijaz mereka semua mengikuti apa-apa yang dilakukan orang-orang arab karena mereka pemilik mekah dan baitullah dan mengangap apa-apa yang dilakukan amru sebagai bidah hasanah.  

PEMBEBASAN BUDAK




 Pembebasan Budak
(didalamnya disebutkan riwayat Abu Musa dari Rasululloh)

                                                                        

133 - [3046] - حَدَّثَنَا قُتَيبةُ بْنُ سَعِيدٍ : حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ، عَنْ مَنْصُورٍ ، عَنْ أَبِي وَائلٍ ، عَنْ أِبِي مُوسَى (1) رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : « فكُّوا الْعَانِيَ - يَعْنِي الأَسِيرَ - وَأطْعِمُوا الجَائِعَ ، وَعُودُوا الْمَرِيضَ » . (2) . وفي رواية: «فكُّوا الْعَانِي، وَأَجِيبُوا الدَّاعِي، وَعُودُوا الْمَرِيضَ»
Artinya; Qutaybah ibn Sa’id meriwayatkan, Ibnu Jarir menuturkan dari Manshur, dari Abu Wa’il dari Abu Musa ra.  mengatakan, “Rasululloh pernah bersabda : “Bebaskanlah para tawanan – maksudnya adalah kaum muslim yang tertawan di tangan musuh-, berikanlah makanan bagi yang lapar, dan jenguklah orang yang sakit.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Bebaskanlah para budah, hadirilah undangan, dan jenguklah yang sedang sakit.”

Takhrij Ringan:
            Hadits ini diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhori, juz-4, hal. 68, Kitab al-Jihad, Bab Fukak al-Asiir, hadits ke-2819. Diulang beberapa kali; di hadits ke-4776, 4954, 5217 dan 6638  dengan sedikit perbedaan lafal. Dan dalam Musnad Ahmad, Hadits Abi Musa al-Asy’ariy, no. 18812. Juga dalam Sunan ad-Darimi, Bab fii Fukak al-Asiir, hadits ke 2356. Hadits ini juga dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 4229

Kata-kata sulit dalam hadits ini:
العاني semakna dengan kata الأسير yang artinya tawanan, dan ini adalah makna yang pas dalam hadits di atas, sebagaimana telah diterangkan oleh salah satu rawinya, sedang maksud perintah untuk membebaskannya adalah usaha untuk melepaskannya dari cengkeraman musuh. Kata العاني juga bisa digunakan untuk menyebut semua orang yang derajatnya dihinakan, tunduk dan rendah.

Biografi singkat rawi awwalus sanad:
Nama aslinya Abdulloh, nasabnya adalah Abdulloh ibn Qais ibn Sulaym ibn Hadhar ibn Harb ibn ‘Amir ibn Ghanm ibn Bakr ibn ‘Amir ibn ‘Udzr ibn Wa’il ibn Najiah ibn al-Jamahir ibn al-Asy’ar. Beliau masuk islam di Makkah dan ikut dalam rombongan hijrah ke Habasyah. Kemudian datang ke Madinah bersama 50 orang dari kaumnya pada masa perang Khaibar. Beliau adalah seorang sahabat yang agung. Dalam Musnad Ahmad disebutkan tidak kurang dari sekitar 250 hadits diriwayatkan dari beliau. Semasa hidupnya pernah diangkat oleh Rasululloh sebagai gubernur daerah Zubayd dan Udun. Di masa ‘Umar, beliau ditunjuk sebagai gubernur Bashrah dan menjadi panglima dalam beberapa futuhat.  Beliau biasa dipanggil dengan kuniyah Abu Musa al-Asy’ari, karena beliau memang berasal dari qabilah Asy’ariyyah. Pada masa Utsman, beliau diangkat sebagai gubernur di Kufah. Dan tetap tinggal di wilayah itu hingga wafat pada tahun 50-an Hijriyyah, ketika mencapai usia 63 tahun,

Dalam hadits ini ada beberapa poin yang bermuatan nilai da’wah, diantaranya adalah;

JASUS (MATA-MATA)



BAB JASUS

Hadits Ke-3007
Allah Subhanahu Wataa’la berfirman:
ياأيها الذين ءامنوا لا تتخذوا عدوى وهدوكم ،ولياء تلقون إليهم بالمودة
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu menjadikan musuh-ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu menyampaikan kepada meraka (berita-berita Muhammad) karena rasa kash saying.” (QS. Almumtahanah:1)

Hadits:
حدثنا علي بن عبد الله: حدثنا سفيان: حدثنا عمرو بن دينار سمعت منه مرتين قال: أخبرني حسن بن محمد قال: أخبرني عبيد الله بن أبي رافع قال: «سمعت عليا "  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يقول: "بعثني رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنا والزبير  والمقداد وقال: "انطلقوا حتى تأتوا روضة خاخ فإن بها ظعينةً ومعها كتاب فخذوه منها". فانطلقنا تعادى بنا خيلنا، حتى انتهينا إلى الروضة، فإذا نحن بالظعينة، فقلنا: أخرجي الكتاب. فقالت: ما معي من كتاب. فقلنا: لتخرجن الكتاب، أو لنلقين الثياب. فأخرجته من عقاصها، فأتينا به رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فإذا فيه: من حاطب بن أبي بلتعة إلى أناس من المشركين من أهل مكة يخبرهم ببعض أمر رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يا حاطب ما هذا؟ " قال: يا رسول الله لا تعجل علي إني كنت امرأً ملصقا في قريش، ولم أكن من أنفسها، وكان من معك من المهاجرين لهم قرابات بمكة يحمون بها أهليهم وأموالهم فأحببت إذ فاتني ذلك من النسب فيهم أن أتخذ عندهم يدًا يحمون بها قرابتي، وما فعلت كفرًا ولا ارتدادًا ولا رضًا بالكفر بعد الإسلام. فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لقد صدقكم". فقال عمر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: يا رسول الله، دعني أضرب عنق هذا المنافق. قال: "إنه قد شهد بدرًا، وما يدريك لعل الله أن يكون قد اطلع على أهل بدر، فقال: اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم»
Telah bercerita kepada kami Ali bin Abdullah: telah bercerita kepada kami sufyan: telah bercerita kepada kami Amru bin Dinar saya telah mendengar dua kali dia berkata: telah bercerita kepada kami hasan bin Muhammad ia berkata: telah bercerita kepada kami Abdullah bin Abi Rofi’ dia berkata: saya mendengar Ali rodiallohuahu berkata:
“Rasulullah Sholallohua’laihi Wasallam mengutus saya dan Zubair serta Miqdad bin Al-Aswad, kata beliau: ‘Berangkatlah hingga tiba di Raudhatu Khah, karena di sana ada seorang wanita yang sedang dalam perjalanan membawa sepucuk surat. Ambillah surat itu darinya.”
Kami pun berangkat, dalam keadaan kuda-kuda kami berlari cepat hingga kami tiba di Raudhah.Ternyata benar kami dapati seorang wanita sedang dalam perjalanan.
“Keluarkan surat itu!” kata kami.
Wanita itu berkata: “Tidak ada surat apapun pada saya.”
“Kamu keluarkan surat itu atau kami telanjangi kamu?” gertak kami.
Akhirnya wanita itu mengeluarkannya dari gelungan rambutnya.
Lalu kami bawa surat itu kepada Rasulullah n.
Ternyata isinya dari Hathib bin Abi Balta’ah kepada orang-orang musyrik Makkah. Dia mengabarkan kepada mereka sebagian urusan Rasulullah Sholallohualaihi Wasallam.
“Wahai Hathib, apa ini?” kata Rasulullah.
Hathib segera menyahut: “Wahai Rasulullah, janganlah terburu-buru terhadapku. Sesungguhnya aku hanyalah seseorang yang menumpang di tengah-tengah bangsa Quraisy dan bukan bagian dari mereka. Sedangkan kaum Muhajirin yang bersama engkau, mereka di Makkah mempunyai kerabat yang akan melindungi keluarga dan harta mereka. Maka karena saya tidak punya hubungan nasab dengan mereka, saya ingin berbuat jasa untuk mereka agar mereka pun menjaga kerabatku.Saya lakukan ini bukan karena kekafiran, bukan pula karena saya murtad, dan bukan pula karena ridha dengan kekafiran sesudah Islam.”
Rasulullah Sholallohua’laihi Wasallam berkata: “Sungguh, dia jujur kepada kalian.”
‘Umar berkata: “Wahai Rasulullah, biarkan saya tebas leher orang munafiq ini.”
Kata Rasulullah: “Sesungguhnya dia pernah ikut perang Badr. Tahukah engkau, boleh jadi Allah telah memerhatikan ahli Badr, lalu berfirman: ‘Berbuatlah sekehendak kalian, sungguh telah Aku ampunkan untuk kalian’.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ali pergi bersama Zubair dan Abu Mursyid. Maka dari sini Al karmani berkata: “Rasulullah mengutus 4 orang sahabat”[1]
Biografi Perowi A’la:
Ali bin Abi Tholib bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murroh bin Ka’ab bin Lu’ay bin Gholib bin Fahr bin Malik bin Nadhr bin Kananah bin KHuzaimah bin Mudrokah bin Ilyas bin Mudhor bin Nazar bin Ma’ad bin Adnan Abu Hasan Alhasyimi
Ibu beliau adalah Fatimah binti Asad bin Hisyam(saudaranya Hasyim) bin Abdi Manaf.
Beliau adalah sepupu Nabi Muhammad Sholallohua’laihi Wasallam, masuk islam ketika berumur 10 tahun. Beliau lahir 30 tahun setelah Nabi Muhammad Sholallohua’laihi Wasallam.[2]

Takhrij global:
1.      Muslim: bab keutamaan shabat subab keutamaan ahli badar hadits ke-2494
2.      Bukhori: bab jasus hadits ke-3007

Kandungan pelajaran dari hadits:
1.      . Seorang mata-mata boleh dihukum mati, walaupun dia seorang muslim. Ini menurut pendapat Al-Imam Malik serta ulama yang menyetujuinya. Rasulullah n sendiri tidak menyalahkan ‘Umar, tetapi beliau mencegah jatuhnya hukuman itu karena Hathib termasuk salah seorang sahabat yang ikut perang Badr. Keistimewaan ini tidak akan terjadi lagi sampai hari kiamat
2.      Teguhnya ‘Umar berpegang dengan ajaran Islam, terlihat ketika beliau minta izin menebas leher Hathib z.
3.      Dosa besar tidak mencabut keimanan (dari seseorang), karena apa yang dilakukan Hathib (membocorkan urusan Rasulullah n) adalah dosa besar, tetapi beliau tetap dikatakan mukmin (orang yang beriman). Bahkan dalam hadits itu disebutkan pula adanya ampunan dari Allah l untuk mereka (ahli Badar, red.)
4.      ‘Umar menyebutkan istilah munafiq kepada Hathib dengan pengertian bahasa, bukan pengertian menurut syariat, menyembunyikan kekafiran tapi menampakkan keislaman. Tapi beliau katakan demikian karena Hathib menyembunyikan sesuatu yang menyelisihi apa yang ditampakkannya, yaitu dengan mengirimkan suratnya yang bertolak belakang dengan keimanannya (berjihad di jalan Allah l).
5.      Umar terkesan dengan bantahan Rasulullah n sehingga dalam sekejap, dia yang tadinya begitu marah dan menuntut agar Hathib dihukum berat, berubah menangis karena takut dan terkesan dengan sabda Rasulullah n, seraya berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”

Pelajaran bagi dakwah:
1.      Sifat seorang da’i:
·         Bersegara dalam memenuhi seruan Allah dan rasul-Nya
Hadits ini menunjukkan bahwa bersegara dalam memenuhi seruan Allah dan Rasulnya adalah sangat penting dan merupakan taqorrub yang besar. Oleh karena itulah keempat sahabat dalam hadits di atas yaitu: Ali, Zubair, Miqdad dan Abu Mursyid radiallohuanhum bersegara dalam melaksanakan perintah Rasulullaoh Sholallohua’laihi Wasallam. Ali berkata: “ maka dengan segera kami berangkat saling mendahului dengan menggunakan kuda-kuda kami hingga kami sampai di sebuah padang dan kami mendapati seorang wanita” ini menunjukkan bahwa mereka jelas-jelas bersegera menjawab seruan Allah dan Rasul-Nya. Allah Azza Wajalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“wahai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan Rasul-nya apabila dia menyeru –mu kepada sesuatu yang member penghidupan kepadamu. Dan ketahuilah bahwasannya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami sekalian dikumpulkan” (QS. Al Anfal: 24)
Maka hendaklah bagi setiap muslim dan khususnya seorang da’i, bersegera dalam memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya.
·         Memiliki keberanian
Sesungguhnya keberanian hati dan akal adalah faktor penting yang akan menguatkan dan meneguhkan seorang da’i. karenapemberani adalah sifat terpuji yang paling sempurna. Dalam hadits di atas sangat nampak keberanian Ali, ia berkata : “serahkan suratnya!” si wanita menjawab “ saya tidak membawa surat” Ali berkata lagi dengan tegas “ segera serahkan suaratnya atau kami akan telanjangi kamu!” si wanita pun menyerahkan suratnya.
·         Sabar, tidak terburu-buru dan konsisten
Sebagaimana perbuatan dan ucapan Nabi kepada Hatib yang menunjukkan pentingnya bersikap tidak terburu-buru. Rsulullah tidak langsung membunuh Hatin karena pengkhianatannya akan tetapi beliau menanyakan dulu apa yang telah dilskukannya dan apa maksudnya. Beliau bersabda: “wahai hatib apa ini?” Hatib berkata “Wahai Raasulullah jangan terburu-buru memutuskan hukuman bagiku.Sesungguhnya saya orang yang menumpang di tengah-tengah bangsa Quraisy, dan bukan bagian dari mereka” kemudai Hatib menyebutkan u’dzurnya kepada Nabi dan Nabi pun meneriama udzurnya dan tidak menghukumnya.
·         Yakin atas kebenaran Rasulullah
Seorang da’i harus benar-benar yakin atas kebenaran nabi dan benarnya apa yang di beritakannya. Seperti yakinnya Ali terhadap berita dari Rasulullah bahwa si perempuan membawa surat, maka ketika perempuan itu mengingkarinya, Ali berani mengatakan akan menelanjanginya jika perempuan itu tidak menyerahkan surat itu. Inilah pentingnya keyakinan yang benar-beanr yakin atas kebenaran semua kabar yang di kabarkan oleh Rasulullah
·         Berkata Allahu a’lam jika tidak tahu
Sebagaimana Umar ketika mengajukan pendapatnya dan Raasulullah tidak menyetujuinya ia berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu” dan ia berhenti tidak banyak bicara lagi.
Maka hendaklah seorang da’i berkata Allahu a’lam jika ia ditanya dan tidak tahu jawabannya
·         Pemaaf
Pemaaf adalah sifat yang sangat mulia, namun harus tepat tempat dan waktunya. Jangan sampai dengan memaafkan malah menimbulkan kerusakan atau akan menghilangkan kemaslahatan. Dalam hadits diatas rasulullah memaafakan hathib karena ia termasuk ahli badar dan menerangkan bahwasannya ahli badar telah dijamin masuk surga. Seorang da’i haruslah member maaf dan mengambil hikmah darinya.
·         Bersikap tegas kepada orang yang bermaksiat
Yaitu bersikap tegas dan keras dengan perkataan dan perbuatan kepada  orang yang bermaksiat pada saat yang dibutuhkan. Seperti ucapan Umar:” wahai Rasulullah biarkan saya menebas leher lelaki ini”. Namun rasulullah memberi teguran dengan ucapan yang keras sebagi pelajaran bagi Hathib dan tidak mengizinkan untuk membunuhnya. Imam Al Ubiy berkata: “ dalam hadits ini diperintahkan untuk membuat
·         Memberi motivasi
Sebagaimana sabda Nabi kepada Umar: “Sesungguhnya dia pernah ikut perang Badr. Tahukah engkau, boleh jadi Allah telah memerhatikan ahli Badr, lalu berfirman: ‘Berbuatlah sekehendak kalian, sungguh telah Aku ampunkan untuk kalian’.”
Ini sebagai motivasi bagi ahlu Badr bahwa mereka telah diampini dosanya. Dan ini hanya berkaitan dengan Iqob di akhirat adapun dalam urusan dunia, ia tetap kena hudud dan qishos.
 Imam Al qurthubi berkata:
“Sesungguhnnya Allah menamperlihatkan kebenaran rasulullah dalm setiap berita yang dibawanya. Dan sesungguhnya ahli badar selalu dalam amalan ahli surga sampai mereka wafat dalam keadaan seperti itu. Dan jika diantara  mereka ada yang berbuat dosa, maka agan diikuti dengan bertaubat. Mereka akan seperti ini seterusnya sampai bertemu dengan Allah. Dan ini diketahui dari keadaan mereka seperti yang tertulis dalam sejarah”
2.      Materi dakwah:
·         Berhati-hati terhadap berkhianat kepada Allah dan rasul-Nya
Dalam hadist ini diceritakan Hatib bin Abi Bal’ah radiallohuanhu mengirim surat kepada kaum Quraisy. Surat itu mengabarkan tentang penyerangan yang akan dilakukan oleh Rasulullaoh Sholallahua’laihi Wasallam. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa isi surat itu adalah sebagai berikut:
“Amma Ba’d Wahai kaum quraisy. Sesungguhnya Rasululloh Shalallohu A’laihi Wasallam akan datang kepada kalian denagn membawa pasukan seperti malam dan dan berjalan seperti banjir. Demi Allah walaupun hanya satu orang yang datang kepada kalian, niscaya Allah akan menolongnya dan menepati janjinya. Maka selamatkanlah diri kalian.Wassalam.”[3]
Isi surat ini membocorkan rahasia Rasululloh Sholallohua’laihi Wasallam yang merupakan pengkhianatan terhadap Beliau. Allah A’zza Wajalla telah menyuruh untuk berhati-hati dari khianat kepada-Nya dan kepada rasul-Nya. Allah Subhnahu Wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ  (27)وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ(28)
wahai orang-orang yang berimaan janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui. Dan ketahuilah bahwasannya hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah cobaan dan sesungguhnya disisi Allah ada pahala yang besar” (QS. Al Anfal: 27-28)
Maka hendaklah seorang da’i menyeru manusia agar berhati-hati dari berkhianat.Terlebih dari khianat kepada Allah dan Rasulullah Sholallohualaihi Wasallam.
·         Wala’ dan Baro’
Wala dan baro’ adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Dalam hadits diatas setelah disebutkan kisah Hathib maka turunlah ayat:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقّ
”Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengambil musuhku dan musuh kalian menjaditeman-teman setia yang kamu sampikan kepada mereka(berita-berita Muhammad karena rasa kasih sayang padahal sebenarnya mereka telah ingkar terhadap kebenaran yang datang kepadamu”. (QS. Al Mumtahanah:1)
            Sungguh Allah telah memerintahkan kepada kaum mslimin untuk berwala kepada Allah, Rasu-Nya dan seluruh kaum muslimin dan melarang berwala’ kepada musuh-musuh Allah dan musuh rasul-Nya. Allah berfirman:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah da Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya dan keluarganya. Merea itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan meraka dengan pertolongan yang dating dariNya. Lalu Ia masukkan mereka kedalam surge yang mengalir dibawahnya sungai-aungai, mereka kekal didalamnya. Allah rido terhadap mereka dan mereka pun mersa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah sesunguhnya golongan Allah itulah  yang beruntung”. (QS. Al Mujadilah:22)
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ - وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ - يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, seraya tunduk kepada Allah. Dan barang siapa yang menjadikan Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagi penolongnya, maka sungguh pengikut agama Allah itulah yang menang. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekandan permainan, yaitu orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang yang kafir(musyrik). Dan bertakwalah kepada Allahjika kamu benar-benar beriman”.(QS. Al Maidah: 55-57)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Wala adalh lawan dari permusuhan, adapun landasan wala adalah cinta dan dekat dan landasan Permusuhan adalah benci dan jauh”[4]
Wala dan baro’ juga menandakan sempurnanya iman, barang siapa yang wala dan baro’nya lemah bahkan tiada maka imannya tak sempurna. Rasulullah Sholallohualaihi Wasallam bersabda:
من أحب لله، وأبغض لله، وأعطى لله، ومنع لله فقد استكمل الإيمان
“Barang siapa yang cinta karena Allah, benci karena Allah, member karena Allah dan menahan karena Allah maka telah sempunrnalah imannya”.(HR. Ahmad, Abu Dawu dan Tirmidzi)
Ada tiga tingkatan dalam wala dan baro yaitu:
1.      Mencintainya dengan sempurna ini diberikan kepada semua orang beriman dan bertaqwa
2.      Mencintai dalam sebagian hal dan membenci dalam hal yang lain, wala diberikan kepada orang yang beriman yang masih suka berbuat kefasikan. Maka kita mencintai dan membencinya sesuai kadarnya
3.      Benci dengan sepenuh hati dalam segala halm ini adalah sikap baro terhadap orang-orang kafir. Maka kita wajib membencinya dengan sepenuh hati, adapun dalam perbuatan maka sesuai kondisi.

·         Mengutus utusan
Sebagimana Rasulullah mengutus Ali bin Abu Tholib, Zubair bin Awam dan miqdad. Maka mengutus utusan sangat penting untuk membantu islam dan kelancaran berdakwah.
3.      Pelajaran lain:
·         Mukjizat Rasulullah adalah mengetahui perkara ghoib
Pada hadits di atas disebutkan mu’jizat nabi yang sangat besar yang menunjukan kebenaran bahwa Muhammad seorang Nabi dan Allah mengutusnya sebagi Rasul. Ala’ini berkata: “ dan didalamnya ada penjelasan tentang beberapa pemberitahuan kepada Nabi. Maka itulah pemberitahuan Allah kepada nabi-Nya bahwa ada seorang perempuan yang membawa surat dari hatib kepada Quraisy. Allah juga menyebutkan dimana tempat  perempuan itu berada. Dan itu semuanya adalah dengan wahyu”[5]

·         menyingkap keburukan mata-mata
Seseungguhnya menutupi aib atau keburukan yang disyariatkan adalah yang mana dengan menutupinya tidak akan menimbulkan kerusakan juga tidak menghilangkan kemaslahatan. Oleh karena itu Rasulullah tidak menutupi aib dan keburukan yang dilakukan si perempuan yang membawa surat dari Hatib dan tidak menutupi keburukan yang dilakukan Hatib. Tetapi Rasul menegurnya dan memberinya pelajaran dengan ucapan yang tegas. Sebagai mana sabda Nabi baginya: “Wahai Hatib apa ini?” juga ucapan Ali kepada si perempuan:”Serahkan suratnya atau kami telanjangi engkau!”. Alam hal ini Imam Nawawi berkata: “dalm hadits ini diperintahkan menyingkap aib-aib mata-mata dengan membacakan surat-surat mereka baik mereka itu lelaki ataupun perempuan. Juga diperintahkan membuka kuburukan, jika dapat mendatangkan kebaikan atau dapat mendatangkan kerusakan jika keburukan itu ditutupi. Namun lebih ditekankan untuk menutupi aib jika dengan menutupinya itu tidak akan mendatangkan kerusakan dan tidak menghilangkan kemaslahatan”[6]
Abdul Aziz bin Abdullah bib Baz berkata: “hadits ini sangat agung di dalamnya ada dua perkara yang penting, yaitu:
1.      Boleh memata-matai jika dapat membawa manfaat bagi kaum muslimin, seperti yang dilakukan Ali, Zubair dan Miqdad.
2.      Haram memata-matai jika membahayakan kaum muslimin atau tidak ada kemaslahatan sedikitpun darinya. Adapun yang memata-matai dalam hal yang membahayakan kaum muslimin maka wajib dibunuh.”

·         Pentingnya bermusyawarah dengan pemimpin, ulama dan hakim
Dalam hadits ini disebutkan bahwa musyawarah dengan ulama, hakim dan pemimpin adalh hal yang sangat penting. Dalm hal ini seperti perkataan Umar :”wahai Rasulullah ia telh mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta kaum muslimin, biarkanlah saya memenggal lehernya”. Imam Nawawi berkata mengenai hal ini: “didalamnya ada isyarat untuk bermusyawarah dengan para Imam dan hakim mengenai suatu pendapat. Seperti umar yang berpendapat untuk memenggal leher Hathib”.[7]
Ini semua menjelaskan akan pentingnya bermusyawarah, karena Umar tidak langsung membunuh Hathib, tetapi meminta pendapat Rasulullah terlebih dahulu.
·         Pentingnya kejujuran orang yang didakwahi
Sesungguhnya kejujuran akan membawa kebaikan dan Allah akan menyelamatkan hambanya yang jujur. Sebagimana  dalam hadits diatas Allah menyelamtakan Hathib karena Hathib adalah Ahli perang badar juga atas kejujurannnya kepada Rasulullah ketika ditanya tentang apa yang telah dilakukannya. Maka Rasulullah bersabada : “kamu benar”.
Imam Ibnu Hubairoh berkata:” sesungguhnya orang yang beriman jika berbuat salah, janganlah ia ikuti kesalahan itu dengan mengingkarinya akan tetapi hendaklah ia mengakuinya dan jangan menggabungkan antara dua kemaksiatan, yaitu berbuat salah dan mengingkari bahwa dirinya telah berbuat salah. Sesungguhnya orang yang berbuat slah dan yakin bahwa apa yng ia lakukan adalah kesalaha, maka hendaklah ia segera menghentikannya. Karena sesungguhnya Allah mengampuni dosanya jika ia kembali kepada kebaikan”.[8]
Maka hendaklah setiap muslim berbicara jujur walupun tentang dirinya sendiri, kecuali dalam hal yang diperintahkan oleh Allah untuk menutupinya dan ia telah bertaubat atasnya.
Maroji:
1.      Fikhu Da’wah Fii Shohiihi Bukhori
2.      Syarh Al Karmani A’la Shohih Bukhori
3.      Siroh Nabawiyyah Wa Akhbar Khulafa, Ibnu Hiban
4.      Fathul Barri
5.      Alfurqon Baina Aulia Ar Rahamn Wa Aulia As Syaithon
6.      Umdatul Qori’ Syarh Bukhori


[1] Syarh Al Karmani A’la Shohih Bukhori
[2] Siroh Nabawiyyah Wa Akhbar Khulafa, Ibnu Hiban
[3] Fathul Barri hal 527 jilid 7
[4] Alfurqon Baina Aulia Ar Rahamn Wa Aulia As Syaithon
[5] Umdatul Qori’ Syarh Bukhori
[6] Syarh An Nawawi A’la Shahih Muslim
[7] ibid
[8] Al Ifsah A’n Maa’ni As Shohah