Makruh Bersafar ke Negeri Musuh Dengan Membawa Mushaf (al-Qur’an)
حدثنا عبد الله بن مسلمة، عن مالك ، عن نافع، عن عبد الله
بن عمر رضي الله عنهما : « أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم نهى أن يسافر بالقرآن إلى أرض العدو »
“Telah
bercerita kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Nafi' dari
'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melarang bepergian dengan membawa Al Qur'an ke negeri musuh.” (HR. Bukhari : 2768)[1]
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى
مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنْ يُسَافَرَ بِالْقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ
“Telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; saya membacakan di
hadapan Malik; dari Nafi' dari Abdullah bin Umar dia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melarang membawa mushaf Al Qur'an ke daerah musuh."
(HR. Muslim : 1869)
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَنْهَى أَنْ يُسَافَرَ بِالْمُصْحَفِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ
“Telah
menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah mengabarkan kepada kami Muhammad
bin Ishaq dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, saya mendengar Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam melarang untuk mengadakan perjalanan dengan membawa
mushaf ke negeri musuh.” (HR.
Ahmad : 5208)
TAKHRIJ
HADITS
Hadit
ini diriwayatkan oleh imam Bukhari, Kitab : Jihad dan penjelajahan, Bab : Safar
ke negeri musuh dengan membawa Al-Qur'an, No. Hadist : 2768
Hadits ini juga
dikeluarkan oleh imam Muslim, kitab al-imarah, bab larangan bersafar dengan
membawa mushaf ke negeri kafir jika
ditakutkan jatuh ketangan mereka, juz 3, hal 1490, no 1869.
Juga
diriwayatkan oleh imam Abu Daud, Kitab : Jihad, Bab : Membawa Al-Qur'an ke
wilayah orang kafir, No. Hadist : 2243.[2]
BIOGRAFI
PEROWI
Periwayatan
paling banyak berikutnya sesudah Abu Hurairah adalah Abdullah bin Umar. Ia
meriwayatkan 2.630 hadits.
Abdullah
adalah putra khalifah ke dua Umar bin al-Khaththab saudarah kandung Sayiyidah
Hafshah Ummul Mukminin. Ia salahseorang diantara orang-orang yang bernama
Abdullah (Al-Abadillah al-Arba’ah) yang terkenal sebagai pemberi fatwa. Tiga
orang lain ialah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin al-Ash dan Abdullah
bin az-Zubair.
Ibnu
Umar dilahirkan tidak lama setelah Nabi diutus Umurnya 10 tahun ketika ikut
masuk bersama ayahnya. Kemudian mendahului ayahnya ia hijrah ke Madinah. Pada
saat perang Uhud ia masih terlalu kecil untuk ikut perang. Dan tidak
mengizinkannya. Tetapi setelah selesai perang Uhud ia banyak mengikuti
peperangan, seperti perang Qadisiyah, Yarmuk, Penaklukan Afrika, Mesir dan
Persia, serta penyerbuan basrah dan Madain.
Az-Zuhri
tidak pernah meninggalkan pendapat Ibnu Umar untuk beralih kepada pendapat
orang lain. Imam Malik
Dan
az-Zuhri berkata:” Sungguh, tak ada satupun dari urusan Rasulullah dan para
sahabatnya yang tersembunyi bagi Ibnu Umar”. Ia meriwayatkan hadits dari Abu
Bakar, Umar, Utsman, Sayyidah Aisyah, saudari kandungnya Hafshah dan Abdullah
bin Mas’ud. Yang meriwayatkan dari Ibnu Umar banyak sekali, diantaranya Sa’id
bin al-Musayyab, al Hasan al Basri, Ibnu Syihab az-Zuhri, Ibnu Sirin, Nafi’,
Mujahid, Thawus dan Ikrimah.
Ia
wafat pada tahun 73 H. ada yang mengatakan bahwa Al-Hajjaj menyusupkan seorang
kerumahnya yang lalu membunuhnya. Dikatakan mula mula diracun kemudian di
tombak dan di rejam. Pendapat lain mengatakan bahwa ibnu Umar meninggal secara
wajar.
Sanad
paling shahih yang bersumber dari ibnu Umar adalah yang disebut Silsilah adz-
Dzahab (silsilah emas), yaitu Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar. Sedang
yang paling Dhaif : Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim dari bapaknya, dari
kakeknya, dari ibnu Umar.[3]
PELAJARAN DAKWAH YANG DAPAT DIAMBIL:
1.
Materi Dakwah: Anjuran Untuk Mengagungkan al-Qur’an al-Karim.
Hadits
ini menunjukan bahwa tema ini sangat penting dalam berdakwah kepada Allah ‘Azza Wajalla, yaitu anjuran
pentingnya menjaga dan mengagungkan al-Qur’an. Oleh karena Nabi r melarang bersafar kenegeri musuh dengan membawa al-Qur’an.
Imam
ibnu abdil bar rahimahullah berkata: para fuqoha’ bersepakat tidak boleh
pasukan yang kecil bersafar ke negeri musuh dengan membawa al-quran, dan
berbeda pendapat boleh atau tidaknya dalam pasukan yang besar dan aman.[4]
Dalam riwayat muslim
disebutkan:
و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و
حَدَّثَنَا ابْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُمَرعَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ
يَنْهَى أَنْ يُسَافَرَ بِالْقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ مَخَافَةَ أَنْ
يَنَالَهُ الْعَدُوُّ
“Dan
telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Laits.
(dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Ibnu Rumh telah
mengabarkan kepada kami Al Laits dari Nafi' dari Abdullah bin Umar dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau melarang membawa Mushaf
Al Qur'an ke negeri musuh, karena beliau khawatir apabila nantinya akan diambil
musuh."[5] ( HR. Muslim : 3475)
Imam
an-Nawawi Rohimahullah berkata: dalam hadits di atas ada larangan
bepergian membawa mushaf ke negeri kafir (musuh) dengan alasan sebagaimana
disebutkan dalam hadits tersebut, yaitu ditakutkan al-qur’an jatuh ketangan
mereka (musuh) dan merusaknya, dan apabila selamat dari alasan ini, maka tidak
dimakruhkan dan dilarang. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu Hanifah dan
al-Bukhari, dan yang lainnya.[6]
Al-‘Alamah Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz Rohimahullah berkata tentang masalah berpergian ke
negeri musuh dengan membawa al-Qur’an, : hal ini apabila mereka mendapatkan al-qur’an dan
merusaknya, dan apabila hal itu tidak ditakutkan terjadi maka tidak mengapa,
karena yang ditakutkan adalah dirusaknya mushaf
al-Qur’an, sedangakan kalau al-Qur’an yang dihafal dalam diri muslim
maka tidak mengapa. Oleh karena itu membawa mushaf ke negeri kufar (musuh)
dilarang, baik itu kafir harbi maupun tidak.[7]
Maka
seharusnya seorang da’I menganjurkan, menyeru
manusia untuk mengagungkan dan memuliakan al-qur’an al-karim, dan
melarang safar ke negeri kafir dengan membawa mushaf al-Qur’an jika ditakutkan
al-Qur’an akan dirusak oleh musuh islam
apabila jatuh ketangan mereka.
2.
Sifat da’I : Semangat
Dalam Memuliakan dan Mengagungkan al-Qur’an al-Karim.
Dari
hadits ini nampak bahwa Nabi r semangat dalam mengagungkan dan memuliankan al-Qur’an al-karim,
oleh kjarena itu Nabi r melarang berpergian
membawa al-qur’an ke negeri kmusuh, ditakutkan al-qur’an akan dirusak
oleh mereka , karena orang-orang musrik, yahudi, nashoro mereka adalah musuh
islam, terlebih mereka yang memerangi kaum muslimin. Sebagaimana Allah
berfirman:
{ ولن ترضى عنك اليهود ولا النصارى
حتى تتبع ملتهم } .
“Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka.” (Al Baqarah : 120)
Tidak ada yang
menyentuh al-Qur’an kecuali orang-orang yang suci (bersih dari hadats),
sedangkan mereka orang musrik itu najis. Sebagaiman firman Allah:
{ ياأيها الذين آمنوا إنما المشركون
نجس فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا } .
“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.” (At-Taubah : 28)
Dan di dalam kitab yang ditulis Rasulullah
r untuk ‘Amru bin Hazm “
« لا يمس القرآن إلا طاهر »
“Tidak
ada yang menyentuh al-qur’an kecuali orang yang suci (bersih dari najis dan
hadats)”[8]
Hal
ini menguatkan bahwa Nabi r semangat dalam mengagungkan dan menmuliakan al-qur’an
al-karim. Maka hendaknya seorang da’I semangat dalam mengagungkan dan
menmuliakan al-qur’an, dan mengikuti, mencontoh Nabi r.
3.
Bersikap keras dalam memusuhi musuh agama, dan bahaya mereka atas islam dan
penganutnya
Sesungguhnya musuh
islam, darigolongan atheis, musyrikin, dan ahlul kitab, mereka menghianati dan
keras dalam memusuhi islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu Nabi r melarang seseorang berpergian ke negeri mereka dengan
membawa al-qur’an al-karim, ditakutkan mereka akan meremehkan dan mereusak
al-qur’an al-karim.
Hendaknya kaum muslimin
besiap siaga terhadap mereka, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
{ ياأيها الذين آمنوا خذوا حذركم } .
“Hai
orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu.” (An-Nisa’ : 71)
Dan firman Allah Ta’ala
:
{ ها أنتم أولاء تحبونهم ولا
يحبونكم وتؤمنون بالكتاب كله وإذا لقوكم قالوا آمنا وإذا خلوا عضوا عليكم الأنامل
من الغيظ قل موتوا بغيظكم إن الله عليم بذات الصدور } .
“Beginilah
kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu
beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka
berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka
menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah
(kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya
Allah mengetahui segala isi hati.” (Ali Imran : 119). Wallahu A’lam.
REFRENSI :
ü Fiqih Dakwah Fi Shohih Imam Bukhori
ü Tahdzib al-Asma’
ü Thabaqat Ibn Sa’ad
ü AL-Istidzkar al-Jami’ Limadzahib Fuqoha’ al-Amshor Wa Ulama’ al-Aqthor,
ü Shohih Muslim,
ü Syarh an-Nawawi ‘Ala Shahih Muslim
ü Ikmal Ikmal al-Mu’alim Lil Abi
ü Fathul Bari Li Ibnu Hajar
ü Umdatul Qori Lil ‘Aini
ü Syarh az-Zarqoni ‘Ala Muwatho’ Malik.
ü Sunan Daru Quthni
ü Sofeware Hadits Sembilan Imam
[1]
Dikeluarkan
oleh Imam Muslim, kitab al-Imarah, bab larangan bersafar dengan membawa mushaf
ke negeri kafir jika ditakutkan jatuh ketangan
mereka, juz 3, hal 1490, no 1869.
[2] Lihat sofeware
hadits sembilan imam.
[3] Disalin dari biografi Ibnu Umar dalam Al-Ishabah
no.4825 dan Tahdzib al-Asma’ 1/278, Thabaqat Ibn Sa’ad 4/105
[4] Kitab al-Istidzkar
al-Jami’ Limadzahib Fuqoha’ al-Amshor wa Ulama’ al-Aqthor, juz 14, hal 51.
[5] Shohih Muslim,
kitab al-Imarah, bab, larangan besafar kenegeri kafir dengan membawa mushaf
(al-qur’an) apabila ditakutkan jatuh pada tangan mereka, juz 3, hal 1491, no :
1869.
[6] Syarh an-Nawawi
‘Ala Shahih Muslim, juz 13, hal 16,
lihat kitab Ikmal Ikmal al-Mu’alim Lil Abi, juz 6, hal 590, kitab Fathul Bari Li Ibnu hajar, juz
6, hal 133, Umdatul Qori Lil ‘Aini juz 14, hal 242, dan Syarh az-Zarqoni ‘Ala
Muwatho’ Malik, juz 3, hal 13.
[7] Penggalan Syarh
Hadits Shahih Bukhari, no : 2990.
[8] Muwatho’ Imam
Malik, kitab al-Qur’an, bab al-‘Amru Bilwudhu’ Liman Massa al-Qur’an, juz
I, hal 199, dan Daru Quthni dalam sunannya, kitab Thoharoh, bab Fii Nahyil
Muhdits ‘An Massil Qur’an, juz I, hal 122,
0 komentar:
Posting Komentar