Bab
Dimakruhkannya Mengeraskan Suara Dalam Takbir
حَدَّثَنَا
محَمَّد بْن يوسفَ : حَدَّثَنَا سفْيَان، عَنْ عَاصِمٍ ، عَنْ أَبِي عثْمَانَ،
عَنْ أَبِي موسَى الأشعري (1) رضي الله عنه ، قَالَ : « كنَّا مَعَ رَسولِ اللّهِ
صلى الله عليه وسلم، فَكنَا إِذَا أشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرنَا،
ارْتَفَعَتْ أصوَاتنَا . فَقَالَ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم : يَا أيهَا
النَّاس، ارْبَعوا عَلَى أَنْفسِكمْ، فَإِنَكمْ لَا تَدْعونَ أَصَمَّ، وَلَا
غَائِبا، إِنَّه مَعَكمْ، إِنَّه سَمِيع قَرِيب ، تَبَارَكَ اسْمه، وَتَعَالَى
جَدّه » .
Telah bercerita
kepada kami Muhammad bin Yusuf telah bercerita kepada kami Sufyan dari 'Ashim
dari Abu 'Utsman dari Abu Musa Al Asy'ariy t berkata, Kami pernah bepergian bersama
Rasulullah ` dan
apabila menaiki bukit kami bertalbiyah dan bertakbir dengan suara yang keras.
Maka Nabi ` bersabda: "Wahai sekalian manusia,
rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan
juga bukan Dzat yang jauh. Dia selalu bersama kalian dan Dia Maha Mendengar
lagi Maha Dekat. Maha suci nama-Nya dan Maha Tinggi kebesaran-Nya".
وفي
رواية : « لَمَّا غَزَا رَسول اللّهِ صلى الله عليه وسلم خَيْبَرَ- أَوْ قَالَ :
لَمَّا تَوَجهَ رَسول اللّهِ صلى الله عليه وسلم- أَشْرَفَ النَّاس عَلَى وَادٍ
فَرَفَعوا أَصْوَاتَهمْ بالتَّكْبيرِ : اللّه أَكْبَر، اللّه أَكْبَر، لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللّه . فَقَالَ رَسول اللّهِ صلى الله عليه وسلم : " ارْبَعوا علَى
أنفسِكم ، إِنَكم لَا تدْعونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبا، إِنَكم تَدْعون : سَمِيعا،
قَرِيبا، وَهوَ مَعَكمْ " وَأنا خَلْفَ دَابَّةِ رَسولِ اللّهِ صلى الله عليه
وسلم فَسَمِعَنِي وَأنا أَقول : لاَ حَوْلَ وَلاَ قوةَ إِلاَّ بِاللّهِ . فَقَالَ
لِي : " يَا عَبْدَ اللّهِ بْنَ قَيْسٍ " قلْت لَبَّيْكَ رَسولَ اللّهِ
. قَالَ : " أَلَا أَدلكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كنوزِ الْجَنَّةِ
؟ " قلْت : بَلَى يَا رَسولَ اللّهِ فِدَاكَ أَبِي وأمِّي . قَالَ : "
لَا حَوْلَ وَلا قوَّةَ إِلّا باللّهِ » .
Dalam riwayat lain “Ketika Rasulullah ` perang melawan (penduduk) Khaibar, -atau dia
berkata- Ketika Rasulullah ` melihat orang-orang menuruni lembah sambil
meninggikan suara dengan bertakbir, Allahu Akbar, Allahu Akbar laa ilaaha
illallah (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada ilah yang berhak
disembah selain Allah), maka Rasulullah ` bersabda: "Rendahkanlah, karena
kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan Dzat yang ghaib. Sesungguhnya
kalian menyeru Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia selalu bersama
kalian". Saat itu aku berada di belakang hewan tunggangan Rasulullah ` dan beliau mendengar apa
yang aku ucapkan. Saat itu aku membaca; ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’ (Tidak
ada daya dan upaya melainkan dari Allah) ", maka beliau berkata kepadaku: "Wahai
Abdullah bin Qais". Aku menjawab, "Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah."
Beliau melanjutkan, "Maukah aku tunjukkan kepadamu satu kalimat yang
termasuk perbendaharaan surga?". Aku menjawab; "Tentu wahai
Rasulullah, demi bapak ibuku sebagai tebusan tuan." Beliau bersabda: ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’”
وفِي
رواية : « أَخَذَ النَّبِي صلى الله عليه وسلم فِي عَقَبَةٍ - أَوْ قَالَ في
ثَنِيةٍ - قَالَ : فَلَمَّا عَلاَ عَلَيْهَا رَجل نَادَى فرَفعَ صَوْتَه : لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللّهِ، وَالله أَكْبَر، قَالَ : وَرَسول اللّه صلى الله عليه وسلم
عَلَى بَغْلَتِهِ . » .
Dalam riwayat lain, “Nabi ` pernah lewat di suatu bukit atau berkata, di suatu
lembah, tatkala (kondisi jalan) agak naik, salah seorang berseru sambil
mengangkat suaranya; "Laa illaha illallah Allahu Akbar (Tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar)." Abu Musa
melanjutkan; 'Ketika itu Rasulullah ` tengah berada di atas hewan tunggangannya (bighal)”
وفي
رواية : « كنَّا مَعَ رَسولِ اللّهِ صلى الله عليه وسلم فِي غَزَاةٍ فَجَعَلْنَا
لاَ نَصْعَد شَرَفا، وَلاَ نَعْلو شَرَفا، وَلاَ نَهْبِط فِي وَادٍ إِلاَّ رَفَعْنَا
أَصْوَاتَنَا بِالتَّكْبِيرِ، قَالَ : فَدَنَا مِنّا رَسول اللّهِ صلى الله عليه
وسلم فَقَالَ : " يَا أَيّهَا النَّاس ارْبَعوا عَلَى أَنْفسِكمْ فَإِنَّكمْ
لَا تَدْعونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبا، إِنَّمَا تَدْعونَ سَمِيعا بَصِيرا . » .
Dalam riwayat lain ,” kami pernah bersama Rasulullah ` dalam suatu peperangan, kami
tidak menaiki tanah mendaki atau tanah tinggi atau menuruni lembah selain kami
meninggikan suara kami dengan takbir. Kata Abu Musa, kemudian Rasulullah ` mendekati kami dan bersabda:
"Hai manusia, rendahkanlah suara kalian ketika berdoa, sebab kalian
tidak menyeru dzat yang tuli lagi tidak ghaib, hanyasanya kalian menyeru kepada
Dzat yang Maha mendengar lagi Maha melihat”.
وفي
رواية : « سَمِيعا بَصِيرا، قَريبا " ثمَّ أَتَى علَيَّ وأَنا أَقول فِي نَفْسِي
: لَا حَوْلَ وَلَا قوَّةَ إِلَّا باللّهِ، فَقَالَ : " يَا عَبْدَ اللّهِ
بنَ قَيْسٍ ، قلْ : لَا حَوْلَ وَلَا قوَّةَ إِلَّا بِاللّهِ ؛ فإِنَّهَا كَنْز
مِنْ كنوزِ الْجَنَّةِ " أَوْ قَالَ : " أَلَا أَدلكَ عَلَى كَلِمَةٍ
هِيَ كَنْز مِنْ كنوزِ الْجَنَّةِ ؟ لَا حَوْلَ وَلَا قوَّةَ إِلَّا بِاللّهِ » .
Dalam riwayat lain, “Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.' Kemudian beliau
mendatangiku, sedangkan diriku tengah membaca, ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’ (Tiada
daya dan upaya kecuali dengan pertolongan AlIah). Kemudian beliau bersabda, 'Hai
Abdullah bin Qais, 'Ucapkanlah, ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’,
karena itu adalah salah satu dari perbendaharaan surga -atau beliau bersabda;
'Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu kalimat, yang termasuk salah satu dari
perbendaharaan surga? Yaitu, ‘لا حول ولا قوة إلا
باللّه’ (Tiada daya dan upaya kecuali
dengan pertolongan AIIah).’”
A.
BIOGRAFI PERAWI ABU MUSA AL ASY'ARI
Namanya adalah
Abdullah Bin Qais Bin Salim bin Harb bin Amir bin A’nzi bin Bakr bin Amir bin
'Adzr bin Wa’il bin Najiyah bin Al-Jumahir bin Al-Asy'ar bin Adad bin Zaid bin
Yasyjub Abu Musa Al-Asy’ary, sahabat Rasulullah `.
Abu Musa Al-Asy'ary
memeluk islam ketika berada di Makkah Al-Mukarramah, dimana pada waktu itu
beliau sedang menjalin kerja sama dengan sebagian Bani 'Abdi Syam. Setelah itu
beliau kembali ke kaumnya dan kampung halamannya di Yaman. Kemudian beliau
pergi bersama 5 orang tokoh dari kaumnya yang telah masuk islam, dimana mereka
menaiki perahu menuju Habasyah (Etiopia) tetapi secara tidak sengaja mereka
bertemu dengan Ja'far bin Abi Thalib dan orang-orang Muhajirin yang berada
diperahu yang lainnya, sehingga kedua perahu itu akhirnya diarahkan ke Hijaz (wilayah
diarab Saudi sebelah barat Nejed dilaut merah) dan Rasulullah pada waktu itu
berada dikhaibar (wilayah bagian di Hijaz), sehingga mereka menemuinya disana.
Perjalanan hidup
Abu Musa cukup panjang dan menjadikannya seorang shahabat yang utama dan agung
. diantara perjalanan hidup beliau adalah bahwa Rasulllah ` telah memilihnya sebagai
pengajar yang dikirim ke negeri Yaman untuk mengajarkan Al-Qur’an dan agama
yang suci. Hal ini dianggap sebagai perjalanan hidup paling berkesan bagi Abi
Musa Al-Asy'ary.
Sabda Rasulullah ` yang ditujukan kepada
Abi Musa Al-Asy'ary adalah, "Seanda’inya
kamu meminta pendapatku, ketika aku mendengarkan bacaanmu yang kemarin, sungguh
kamu telah diberi (suara) seruling keluarga Nabi Daud.” (HR. Bukhari dan
Turmudzi).
Hal tersebut
berkenaan dengan suatu peristiwa, dimana pada suatu malam Abu Musa membaca Al-Qur’an,
maka Rasulullah keluar dan mendengarkannya. Keesokan harinya Rasulullah
menceritakan apa yang didengarnya dengan tujuan memberiakan motivasi kepada Abi
Musa dan sebagai ungkapan rasa senang terhadap apa yang dilakukannya. Maka Abu
Musa Al-Asy'ary berkata, "Wahai Rasulullah, seanda’inya aku tahu bahwa
engkau mendengarkan bacaanku, niscaya aku akan memperindah bacaan itu untukmu”.
Beliau pergi
bersama Rasulullah dalam peperangan Dzatir Riqo', dimana pada waktu itu para
shahabat tidak menunggang kuda, sehingga satu unta dinaiki 6 orang, sementara
tanahnya berbatu, sehingga kaki mereka terluka dan kukunya terlepas. Kemudian
mereka membungkus kakinya dengan sobekan kain, sehingga perang ini dinamakan
Dzatir Riqo' (memakai tambalan), sehingga mereka berhak untuk mendapatkan
kemuliaan dan keagungan. Peperangan ini termasuk peperangan yang besar,
sehingga menjadi catatan yang menghiasi lembaran perjalanan hidup mereka.
Adapun mengenai wafatnya telah
terjadi perbedaan dalam menetapkan tahun wafatnya Abu Musa Al-Asy'ari. Sebagian
kelompok berpendapat, "Beliau wafat pada tahun 52 H. sebagian lainnya
berpendapat, "Beliau wafat pada tahun 42 H. dan kelompok lainnya lagi berpendapat, "Beliau wafat pada tahun 44
H. Beliau wafat dalam usia 63 tahun. Demikian pula telah terjadi perbedaan
pendapat dikalangan para ulama berkenaan dengan dinegara mana beliau wafat?
sebagian kelompok berpendapat, "Beliau wafat dirumahnya dikufah. Dan
kelompok lain berpendapat, "Beliau wafat di Makkah”.
B.
SYARAH GLOBAL
Ath-Thabari berkata,”Disini terdapat keterangan dimakruhkannya
mengeraskan suara saat berdo’a dan berdzikir. Demikianlah menurut mayoritas
ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in”. Namun sikap Imam Bukhari
menunjukkan bahwa yang demikian khusus pada saat perang. Adapun mengeraskan suara
pada selainya, maka sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa
mengeraskan suara saat berdzikir pernah ada pada masa Nabi `, yaitu apabila mereka
selesai shalat fardu.
C.
SYARAH HADITS DALAM SEGI ASPEK DAKWAH
1.
Semangat Para Sahabat dalam Berdzikir
kepada Allah
Hadits diatas
menunjukan akan semangat para sahabat dalam berdzikir kepada Allah U, sehingga Abu Musa
Al-Asy’ary t berkata, “Kami pernah
bepergian bersama Rasulullah ` dan apabila menaiki bukit kami bertalbiyah dan
bertakbir dengan suara yang keras”. Termasuk yang menunjukan akan
semangat para sahabat dalam berdzikir adalah ketika Rasulullah mendatangi Abu
Musa Al-Asy’ari tidak ada yang ia katakan kecuali ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’
Maka seyogyanya
bagi setiap muslim terlebih khusus da’i untuk selalu bergegas dalam
berdzikir kepada Allah di setiap keadaan, baik itu dalam keadaan senang maupun
duka, lapang maupunn sempit, safar maupun mukim hingga ia akan mendapatkan
suatu pahala yang besar sekaligus menjadi teladan bagi selainnya. Dan sungguh
Allah telah memuji orang-orang yang menggunakan akal sehatnya dan menjelaskan bahwa
diantara sifat mereka adalah selalu berdzikir kepada Allah U dalam setiap keadaannya.
Allah U berfirman,
{ إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ }{ الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي }{ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }
“ “ [ Ali Imran : 190-192 ]
Dan ayat diatas
menguatkan akan semangat seorang muslim untuk berdzikir kepada Allah disetiap saat
dan keadaan.
2.
Diantara materi dakwah adalah
menjelaskan Sifat-sifat Allah
Hadits diatas
menunjukkan bahwa diantara materi dalam berdakwa adalah menjelaskan akan
Sifat-sifat Allah dengan tanpa takyif, tamstil, tahrif dan ta’thil. Oleh karena
itu Rasulullah ` bersabda, “Wahai sekalian manusia, rendahkanlah diri kalian karena
kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan juga bukan Dzat yang jauh. Dia
selalu bersama kalian dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Maha suci
nama-Nya dan Maha Tinggi kebesaran-Nya” dalam riwayat lain “Ia bersama
kalian” dalam riwayat ke tiga dikatakan “Maha Mendengar dan Maha
Melihat”.
Hal tersebut
menguatkan bahwa Rasulullah berdakwah untuk menetapkan sifat Kamal untuk Allah,
dan tidak diragukan lagi diharuskan bagi seorang da’i untuk menjelaskan kepada
mad’u akan sifat Kamal sekaligus mendorong mereka untuk menetapkan apa yang
telah Allah tetapkan untuk diri-Nya sendiri serta apa yang telah ditatapkan
Rasul-Nya dan menafikan apa yang telah Allah nafikan serta apa yang telah
dinafian Rasul-Nya. Dan diantara sifat Kamal yang terdapat dalam hadits diatas adalah
“السمع، والبصر، والمعية،
والقرب،” dan juga yang telah Allah tetapkan
atas diri-Nya
{ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ
الْبَصِيرُ }
[ Asy-Syura : 11 ]
3.
Kecintaan Para Sahabat terhadap
Rasulullah
Sesungguhnya para
sahabat t sangat mencintai Rasulullah ` melebihi dari diri mereka
sendiri, anak-anak mereka, orang tua mereka dan sekalian manusia. Oleh karena
itu Abdullah bin Qais berkata kepada Rasulullah ` ketika beliau memanggilnya
"Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah." Beliau melanjutkan: "Maukah
aku tunjukkan kepadamu satu kalimat yang termasuk perbendaharaan surga?".
Aku menjawab; "Tentu wahai Rasulullah, demi bapak ibuku sebagai tebusan
tuan."
Maka seyogyanya
bagi kita untuk meneladani sahabat dalam mencitai Rasulullah `.
4.
Diantara metode dalam berdakwah
adalah tanya jawab
Tidak diragukan
bahwa soal jawab adalah termasuk salah satu metode dalam berdakwah kepada
Allah. Nabi ` telah bertanya kepada Abdullah bin Qais, "Wahai Abdullah bin
Qais". Ia menjawab "Aku penuhi panggilanmu wahai Rasulullah."
Beliau melanjutkan "Maukah aku tunjukkan kepadamu satu kalimat yang
termasuk perbendaharaan surga?". Ia menjawab; "Tentu wahai
Rasulullah, demi bapak ibuku sebagai tebusan tuan." Beliau bersabda, ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’.
Maka hadits diatas
menunjukkan akan pentingnya seorang da’i bertanya kepada mad’unya,
supaya mad’u lebih memperhatikan untuk meneganrkannya dan kemudian
menjawab soal tersebut.
Maka seharusnya
seorang da’i memberikan perhatian tersendiri dengan melakukan tanya
jawab apabila diperlukan.
5.
Diantara mukjizat yang dimiliki
Rasulullah ` adalah beliau dapat mengkabarkan sesuatu yang ghaib
Tampak dari
penjelasan Abdullah bin Qais t diatas, bahwa Rasulullah ` mendatanginya ketika ia mengatakan dalam hatinya ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’,
beliau bersabda, “Wahai Abdullah bin Qais, 'Hai Abdullah bin Qais,
'Ucapkanlah: ‘لا حول ولا قوة إلا
باللّه’, karena itu adalah salah satu
dari perbendaharaan surga” -atau beliau bersabda, “Maukah aku tunjukkan kepadamu
suatu kalimat, yang termasuk salah satu dari perbendaharaan surga?” .Terlihat
secara jelas bahwa hadits diatas menunjukkan bahwa Rasulullah ` diperlihatkan oleh Allah U, apa yang Allah sebunyikan
daripada dzikir yang dilafadzkan oleh Abdullah bin Qais, maka kemudian beliau
dapat mengkabarkan akan keutamaan dzikir tersebut.
6.
Diantara materi dalam berdakwah
adalah anjuran dan motivasi dalam berdzikir kepada Allah
Dalam hadits terdapat suatu petunjuk bahwa diantara materi
dalam berdakwa adalah anjuran untuk berdzikir kepada Allah dan mengajarkan
kepada manusia akan dzikir-dzikir yang bermanfaat dan do’a-do’a yang bersifat
umum, oleh karena itu Rasulullah ` bersabda dalam hadits diatas kepada Abdullah bin Qais,
”Maukah aku tunjukkan kepadamu satu kalimat yang termasuk perbendaharaan
surga? ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’”.Dan Sungguh Allah telah
memerintahkan untuk selalu berdzikir kepada-Nya. Allah U berfirman,
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ
ذِكْرًا كَثِيرًا }{ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا }
“Hai orang-orang yang
beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” [ Al-Ahzab : 41-42 ]
Dalam ayat yang
lain Allah berfirman,
{
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ
الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ }
“Dan
sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai.” [ Al-A’raf : 205 ]
Maka
hendaklah bagi seorang da’i untuk selalu menganjurkan dan memberi
motivasi kepada manusia agar selalu berdzikir kepada Allah U dengan maksud mendapatkan
pahala yang agung di sisi Allah
7.
Diantara materi dalam berdakwah
adalah anjuran untuk merendahkan suara dalam berdzikir kecuali yang telah di
syari’atkan untuk mengeraskannya
Tampak dengan jelas
dalam hadits diatas bahwa merendahkan suara dalam berdakwah termasuk dalam
kategori materi dalam berdakwah kepada Allah U. Rasulullah ` bersabda, "Wahai
sekalian manusia, rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru kepada
Dzat yang tuli dan juga bukan Dzat yang jauh. Dia selalu bersama kalian dan Dia
Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Maha suci nama-Nya dan Maha Tinggi
kebesaran-Nya". Dalam hadist ini terdapat suatu anjuran untuk
merendahkan suara dalam berdzikir, karena Allah U Maha Mendengar, Maha Dekat
dan Maha Mengkabulkan do’a hamba-Nya, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi
disisi-Nya, sebagaimana telah diriwayatkan dalam riwayat Muslim dalam
permasalahan ini “Dzat yang kamu seru itu lebih dekat dari leher hewan yang
tunggangi salah seorang kalian”. Dan Allah U telah memerintahkan untuk
menyembunyikan suara dalam berdo’a. Allah berfirman,
{ ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ }
“Berdoalah kepada Tuhanmu
dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.” [ Al-A’raf : 55]
Maka seyogyanya
bagi seorang da’i untuk menganjurkan manusia agar merendahkan suara
dalam berdzikir, kecuali yang telah disyari’atkan untuk mengeraskannya seperti talbiyah
ketika ihram dalam haji dan umrah, dan dzikir setelah shalat,
sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas t “Aku mengetahui selesainya
shalat Nabi ` dari suara takbir.” Dalam lafadz yang lain disebutkan “Bahwa mengeraskan
suara dzikr sehabis shalat wajib, pernah terjadi di masa Nabi `". Abu Ma'bad
Menuturkan, Ibnu Abbas t mengatakan; "Akulah
yang paling tahu tentang hal itu, ketika mereka telah selesai (mengerjakan
shalat), sebab aku pernah mendengarnya.” Imam Nawawi t mengatakan “Diantara faidah
yang terdapat dalam hadist Abdullah bin Qais t adalah adanya suatu anjuran
untuk merendahkan suara dalam berdzikir jika tidak ada suatu hajat untuk mengeraskannya,
karena dengan merendahkannya akan lebih menghormati dan mengagungkan Allah U. Namun apabila ada suatu
hajat untuk mengeraskannya maka hendaklah mengeraskannya sebagaimana disebutkan
dalam hadits.
8.
Diantara sifat seorang da’i
adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan menggantungkan segala
urusannya kepada Allah U
Hadits diatas
menunjukkan agar setiap muslim terlebih khusus para da’i supaya
menyerahkan diri kepada Allah dan mempercayakan semua perkara-perkaranya kepada
Allah. Oleh karena itu Rasulullah ` bersabda kepada Abdullah bin Qais “ucapkanlah ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’”. Berkata Imam Nawawi t ‘حول’ adalah suatu gerak dan kemampuan,
dalam kata lain ‘tidak ada suatu gerak, kemampuan dan kuasa kecuali atas
kehendak Allah’. Namun dikatakan juga bahwa maksudnya adalah tidak ada suatu
kemampuan dalam menghidari keburukan dan tidak ada kekuatan dalam mendapatkan
kebaikan kecuali Allah semata. Dan dikatakan bahwa tidak ada kemampuan untuk
menghindari maksiat Allah kecuali dengan lindungan-Nya, dan tidak ada kekuatan
menjalankan ketaatan kepada Allah kecuali dengan pertolongan Allah semata. Ibnu
Mas’ud t telah menceritakan tentang masalah
ini dan semua maknanya saling berdekatan. Berkata Al-Karmani t ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’ adalah
kalimat penyerahan diri dan urusan kepada Allah, dan maksudnya adalah tiada
kemampuan dalam menghindari keburukan dan tiada kekuatan dalam mendapatkan kebaikan
kecuali hanya Allah semata.
9.
Diantara sifat seorang da’i
adalah tawadhu’
Tidak diragukan
lagi bahwa hadits diatas menunjukkan akan sifat tawadhu’, karena Nabi ` hanya menunggangi seekor
bighal, sedangkan beliau adalah sebaik-baik makhluk dengan berbagai karunia dan
kedudukan tinggi yang Allah karuniakan
kepada beliau, namun beliau tidak memandang rendah terhadap tunggangannya,
kalau tidak maka beliau pasti telah menunggangi suatu kuda atau unta. Maka dari
itu berkata Abdullah bin Qais t “Salah seorang berseru
sambil mengangkat suaranya; ‘Laa illaha illallah Allahu Akbar (Tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar)’. Abu Musa
melanjutkan, 'Ketika itu Rasulullah ` tengah berada di atas hewan tunggangannya’”
10.
Diantara metode dalam berdakwah
adalah dengan menyebutkan suatu permisalan
Tampak dalam hadits
diatas adanya metode permisalan dalam sabda Rasululla ` “'Ucapkanlah: ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’,
karena itu adalah salah satu dari perbendaharaan surga”.
11.
Diantara metode dalam berdakwah
adalah pemberian motivasi
Hadits diatas
menunjukkan adanya metode motivasi, Rasulullah ` memotivasi dalam mengucapkan
‘لا حول ولا قوة إلا
باللّه’ dengan keutamaannya dan bahwasanya ia
meruapakan salah satu dari perbendaharaan surga.
12.
Diantara sifat seorang da’i adalah
semangat dalam meriwayatkan hadist dengan detail dan teliti
Hadits diatas
menunjukkan bahwa bersungguh-sungguh secara delail dalam meriwayat hadits
merupakan salah satu dari sifat yang terpuji, karena perawi hadits ini
mengatakan “Nabi ` pernah lewat di suatu bukit atau di suatu lembah”. Dan juga dalam
redaksi yang lain “Hai Abdullah bin Qais, 'Ucapkanlah: ‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’,
karena itu adalah salah satu dari perbendaharaan surga -atau beliau
bersabda; 'Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu kalimat, yang termasuk salah
satu dari perbendaharaan surga? Yaitu‘لا حول ولا قوة إلا باللّه’ (Tiada
daya dan upaya kecuali dengan pertolongan AIIah)”.
Refrensi :
1.
Fiqhu Ad-Dakwah fi Shahih Imam
Bukhari, Said bin ‘Aly bin Wahab Al-Qahthani
2.
Usud Al-Ghabah, Ibnu Atsir
3.
Fathul Bari, Ibnu Hajar
0 komentar:
Posting Komentar