Pengikut

Pages

Sabtu, 15 Desember 2012

NIZHOMUL HISBAH


NIZHOMUL HISBAH
Setiap muslim memiliki tuntutan dalam dirinya untuk senantiasa menyelaraskan perkataan dan perbuatannya sesuai dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala memerintahkan kepada para dai’ untuk menyampaikan apa yang telah mereka dapatkan tentang Islam. Disamping itu, hal tersebut juga sangat diperlukan karena tidak sedikit dari orang Islam yang bodoh akan dien mereka sendiri, dienul Islam. Baik hal itu dikarenakan dakwah Islam yang belum sampai kepada mereka atau karena intensitas dakwah yang kurang.
Sehingga timbul kemaksiatan-kemaksiatan dan pelanggaran-pelanggaran syariat Islam yang disebabkan kebodohan. Meskipun mereka sudah mengetahui tentang syariat Islam namun terkadang mereka tetap melakukan kemaksiatan karena mengikuti hawa nafsu.
Jika dalam sebuah tatanan masyarakat kemungkaran telah nampak, maka wajib untuk memberantasnya. Dan jika kebaikan-kebaikan mulai menghilang, maka wajib bagi para dai’ khusunya, dan orang-orang mukmin pada umumnya untuk mengajak manusia menghidupkannya kembali. Disinilah peran para dai’ untuk senantiasa beramar ma’ruf nahyi mungkar.
           
A.       Pengertian Hisbah
Menurut bahasa, hisbah yaitu al-‘Addi wa al-Hisab yang berarti bilangan atau hitungan. Sedangkan menurut istilah para fuqaha, hisbah adalah:

أمر بالمعروف إذا ظهر تركه، ونهي عن المنكر إذا ظهر فعله
“memerintahkan pada kebaikan apabila sudah jelas ditinggalkan, dan mencegah kemungkaran apabila sudah jelas dilaksanakan.” Para ulama menyebutnya dengan istilah amar ma’ruf nahyi mungkar.
Dengan demikian kata hisbah disini maksudnya adalah tindakan amar ma’ruf nahyi mungkar.



B.        Pensyariatan Hisbah
Terdapat banyak sekali dalil tentang disyariatkannya hisbah, baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, diantaranya;
Firman Allah Ta’ala,

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ..
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar..” (QS. At-Taubah: 71)

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ..
Artinya: “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan men cegah dari yang munkar..” (QS. Ali Imran: 110)

الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar..” (QS. Al-Hajj: 41)

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ، كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Artinya: “(78). Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (79). Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah: 78-79)

Sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam,
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه ومن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya apabila tidak bisa maka rubahlah dengan mulutnya apabila tidak bisa maka rubahlah dengan hatiny yang demikian itu adalah selemah-lemah iman

C.        Kedudukan hisbah dalam islam
Hisbah dalam islam memiliki peran yang sangat penting karena cakupannya dalam masalah amar ma’ruf nahi mungkar. Dimana amar ma’ruf nahyi mungkar adalah merupakan kekhususan dari diutusnya para rasul. Allah Ta’ala berfirman:
يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ
Dan Allah telah mensifati orang-orang yang beriman sebagai umat yang senantiasa beramar ma’ruf nahyi mungkar. Allah berfirman:
الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ

D.       Hikmah dilaksanakannya Hisbah
Hikmah diperintahkannya hisbah, antara lain:
1.    Menyampaikan dakwah al-islamiyah,
2.    Sarana penanggulangan datangnya adzab dari Allah,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
Jika kekafiran, kemunafikan dan kemaksiatan adalah penyebab datangnya suatu mushibah atau adzab, kemudian orang-orang mendiamkannya serta tidak peduli, maka mereka ikut menanggung dosanya. Sabda Nabi saw:
إن الناس إذا رأوا المنكر فلم يغيروه أوشك الله أن يعمَّهم بعذاب منه
Jika kemaksiatan adalah penyebab datangnya musibah maka sebaliknya taat adalah penyebab kenikmatan. Firman Allah:
{لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ} ، وقال تعالى: {فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآخِرَةِ} ، وقال تعالى: {وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلَأَجْرُ الْآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ، الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ}
3.    Mengharapkan rahmat dari Allah.

E.        Rukun Hisbah
Rukun Amar ma’ruf dan nahi Munkar  terdiri dari empat :
1.             Muhtasib (Pelaksana Amar ma'ruf Nahi Mungkar)
2.             Muhtasab’ alaih (Orang yang menjadi objek Amar Ma’ruf Nahyi Munkar)
3.             Muhtasab fih (Perbuatan yang disuruh atau dilarang)
4.             Nafsul-ihtisab (Perbuatan dari si muhtasib (pelaksana amar ma'ruf - nahi mungkar))

Penjelasan point-point di atas:
Muhtasib (Pengatur dan Pelaksana) itu mempunyai syarat yaitu :
  1. Mukallaf, yaitu: Orang yang telah diberatkan dengan kewajiban agama, karena telah dewasa dan berpikiran sehat
  2. Muslim dan mempunyai kesanggupan,  termasuk dalam kewajiban itu semua rakyat. Walaupun mereka tidak memperoleh ijin dari yang berwenang. Dan termasuk juga wanita, budak, dan orang fasiq.Maka tidak termasuk orang gila, anak-anak, orang kafir, dan orang yang tidak mempunyai kesanggupan (orang lemah).
Dan ada yang menambahkan bahwa seorang muhtasib harus memperoleh ijin dari pihak imam (kepala pemerintahan) dan wali negara. Persyaratan ini tidak dimasukkan ke dalam syarat seorang muhtasib karena dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa tiap-tiap orang yang melihat perbuatan munkar lalu berdiam diri niscaya ia durhaka. Karena wajib melarangnya dimana saja dilihatnya. Maka penentuan dengan syarat penyerahan kepada imam, adalah kurang tepat dan bersifat isidentil.

Muhtasab 'alaih (Objek Amar Ma’ruf Nahi Mungkar)
Syaratnya : Bahawa orang yang dilarang dari perbuatannya tsb adalah perbuatan mungkar. Muhtasab 'alaih itu adalah seorang manusia, dan tidak disyaratkan harus mukallaf. Misalkan orang gila mabuk.

Muhtasab fih (Perbuatan yang disuruh atau dilarang)
Tiap-tiap munkar yang ada sekarang, yang jelas bagi si muhtasib, tanpa diintip, diketahui kemunkaran itu tanpa ijtihad, mempunyai empat syarat:
1.   Kemungkaran itu benar-benar ada. Perkataan maksiat ditukar dengan perkataan munkar, karena munkar lebih umum dari maksiat. Seperti contoh, barangsiapa melihat orang gila atau anak kecil meminum khamar, maka ia harus membuang khamar itu dan melarang meminumnya. Perbuatan tersebut tidak dinamakan maksiat pada orang gila. Maka perkataan munkar adalah lebih menunjukkan dan lebih umum dari kata maksiat.
2.   Kemungkaran itu ada pada waktu sekarang. Yaitu menjaga juga dari hisbah atas orang yang telah selesai meminum khamar. Maka yang demikian, tidaklah atas seseorang pribadi dan munkar itu telah berlalu. Dan menjaga juga dari apa yang akan terjadi pada keadaan berikutnya. Contohnya orang yang diketahui akan meminum khamar nanti malam. Maka hisbah terhadap orang itu adalah pengajaran. Jika ia tidak jadi melakukannya, maka tidak boleh juga memberi pengajaran. Karena yang demikian itu buruk sangka terhadap orang Islam.
3.   Kemungkaran itu jelas ada tanpa harus diintip. Maka tiap-tiap orang yang menutup perbuatan maksiat di rumahnya dan menguncikan pintunya, niscaya tidak boleh dilakukan pengintipan.
4.   Kemungkaran itu diketahui tanpa ijtihad.
Maka tiap-tiap yang berada pada tempat ijtihad, niscaya tiada hisbah padanya. Maka orang yang bermadzhab Hanafi tidak boleh memandang munkar terhadap orang yang bermadzhab Syafi’I yang memakan dlabb (binatang darat yang bentuknya seperti biawak) dan dlabu ( bentuknya mengarah ke babi hutan, tetapi bertanduk dan ekornya berbulu. Leher dan punggung berbulu panjang). Dan orang yang bermadzhab Syafi’I tidak boleh memandang munkar kepada orang yang bermadzhab hanafi yang meminum air nabidz (air buah anggur kering) yang tidak memabukkan dan menerima pusaka dzawil-arham ( keluarga pihak ibu yang menurut madzhab Syafi’I bukan ahli waris, sedangkan bagi hanafi, itu adalah ahli waris). Namun orang bermadzhab Syafi’I dapat bertanya jika orang Syafi’I sendiri yang melakukan itu, demikian pula untuk madzhab Hanafi.

Hisbah (pelaksanaan) amar ma’ruf dan nahi munkar  mempunyai tujuh tingkat:
1.      Ta'arruf (Pengenalan)
2.      Ta 'rif (Pemberitahuan)
3.      Larangan dengan pengajaran/nasehat dengan perkataan yang lemah lembut
4.      Memaki dan menggertak dengan kata-kata keras (bukan keji) dan kasar
5.      Merubah dengan tangan (melarang perbuatan munkar dengan paksaan secara langsung, seperti memecahkan alat permainan, membuang khamar, melepaskan kain sutra dari pemiliknya, dan sebagainya)
6.      Pengancaman  dan penakutan (Tahdid dan takhwif)



0 komentar:

Posting Komentar