SAFAR
SENDIRIAN
حدثنا أبو الوليد : حدثنا عاصم بن
محمد قال: حدثني أبي عن ابن عمر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما عن النبي صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حدثنا أبو نعيم : حدثنا عاصم بن محمد بن زيد بن عبد الله بن
عمر، عن أبيه، عن ابن عمر، عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: « لو
يعلمُ الناسُ ما في الوحدةِ ما أعلمَ ما سار راكبٌ بِليلٍ وحدَهُ »
“Telah bercerita kepada kami Abu Al
Walid telah bercerita kepada kami 'Ashim bin Muhammad berkata telah bercerita
kepadaku bapakku dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam. Dan diriwayatkan pula, telah bercerita kepada kami Abu Nu'aim
telah bercerita kepada kami 'Ashim bin Muhammad bin Zaid bin 'Abdullah bin
'Umar dari bapaknya dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Seandainya manusia mengetahui apa yang
terdapat dalam bepergian sendirian seperti apa yang aku ketahui, tentu seorang
penunggang kendaraan tidak akan bepergian di malam hari sendirian".
Takhrij hadits:
Hadits ini dikeluarkan oleh:
- Imam Al-Bukhari
dalam kitab Shahihnya. Kitabul jihad, Bab: bepergian sendirian no. 2776/2998.
- Imam Ahmad dalam
kitab musnadnya, Kitab Musnad sahabat
yang banyak meriwayatkan hadits Bab: Musnad Abdullah bin Umar bin Khatthab
radhiyallahu ta’ala anhuma, no. 4540,4518,5640,5742 dan no. 5001 dengan lafat:
“لَوْ يَعْلَمُ
النَّاسُ مَا فِي الْوَحْدَةِ مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ أَبَدًا”
-
Sunan Ad darimi
dalam kitab musnadnya, Kitab : Kitab
meminta ijin Bab: safar sendirian adalah teman setan. No. 2563, dengan lafat:
“لَوْ يَعْلَمُ
النَّاسُ مَا فِي الْوَحْدَةِ لَمْ يَسْرِ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ أَبَدًا”
Penjelasan dan
faidah dalam hadits:
Bahwasanya diantara pembahasan yang sangat
penting dalam berdakwah kepada allah swt seorang da’i menjelaskan kepada mad’u tentang adab adab safar,dan menganjurkannya
untuk berpegang teguh dengan adab adab tersebut.
Karena
dengan melakukan perkara tersebut terdapat kebaikan dan pahala karena mengikuti
sunnah Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam.
Karena
dalam hadits tersebut juga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberikan peringatan kepada umatnya, dan tidak diragukan bahwa
peringatan tersebut mencakup jalan kaki
dan pengendara kendaraan.
Dalam
syarh hadits ini menjelaskan tentang adab – adab safar, sifat – sifat da’i dan
kaidah- kaidah berdakwah.
v
Adab adab safar :
Ø Tidak bepergian sendirian.
Sedangkan bepergian sendirian itu banyak
sekali bahayanya, bahaya terhadap agamanya karena dia tidak bisa melakukan
shalat berjama’ah dan juga bahaya terhadap dunianya karena apabila dia drampok
tidak ada yang menolongnya.
Keumuman bahaya pada malem hari lebih besar
daripada siang hari maka hendaknya seorang muslim tidak bersafar pada malem
hari dan juga pada siang hari kecuali dalam keadaan darurat atau ada maslahat tidak
bisa dilakukan kecuali sendiri.
Ø Meminta wasiat kepada orang yang baik.
Dari abi Hurairah ra dari seorang
shahabat yang berkata, “Ya Rasulullah, aku ingin bepergian maka berilah aku
wasiat,” Rasulullah bersabda:
عليك بتقوى الله,
والتّكبير على كلّ شرف.
“Hendaklah
kamu bertaqwa kepada Allah mengucapkan takbir pada setiap jalan yang menanjak”
(HR. Bukhari Muslim)
Ø Do’a bepergian
بِسْمِ اللهِ،
الْحَمْدُ لِلَّهِ {سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ
مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ} الْحَمْدُ لِلَّهِ،
الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ
أَكْبَرُ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ،
فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Ø Mengangkat pemimpin saat bepergian tiga orang atau lebih.
Dari Sa’id Al - Khudri ra, ia
berkata,Rasulullah SAW bersabda:
إذا خرج ثلاثة فى
سفرٍ فليؤمّروا أحدكم.
v Sifat sifat da’i:
Ø Berkasih sayang.
Berkasih sayang untuk kemaslahatan yang
diseru. Bahwasanya seorang Da’i yang jujur kepada Allah SWT ia akan mencintai
manusia sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Ia menyayangi mereka, simpati
dan membantu mereka apa yang bermanfa’at untuk dunia dan akhiratnya.
Ø Tawadhu
Orang muslim
adalah orang tawadhu tanpa harus menghina dirinya sendiri, dan sama sekali
tidak boleh merasa sombong untuk selamanya.
Allah berfirman:
ôÙÏÿ÷z$#ur
y7yn$uZy_
Ç`yJÏ9
y7yèt7¨?$#
z`ÏB
úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÊÎÈ
“Dan rendahkanlah
dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman”.
(asy syu’araa:215)
Rasulullah SAW bersabda:
((.......ما تواضعَ أحدكم لله إلاّ رفعَه))
“Tidaklah seseorang
bertawadhu karena Allah, melainkan Allah mengangkat derajatnya”(HR.
Muslim)
Diantara gambaran sifat tawadhu
adalah berkumpul dengan para fakir miskin dan tidak merasa lebih tinggi dari
mereka, berwajah ceria dihadapan manusia dan tidak merasa lebih baik dari
mereka. Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam yang merupakan nabi umat ini
menyapu rumahnya, memerah susu kambing, membeli kebutuhannya dipasar, menyalami
orang dewasa dan anak kecil, orang kaya dan fakir dari kalangan kaum muslimin.
Ø Dengan lemah
lembut.
Ar Rifqu
(lemah lembut) adalah pintu untuk masuk ke dalam akal dan hati manusia, sifat
ini sangat penting kalau kita melihat
tabiat manusia yang akan lari dengan adanya kekerasan, Allah Subhanahu Wa
Ta'ala menceritakan kepada kita kisah Musa dan Harun ‘alaihimas salam.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT.
Artinya:
“ Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas.
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
Mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (Qs. Thaahaa: 43-44)
Salah satu sebab asasi keberhasilan Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam dalam dakwahnya ialah dengan sifat ini. Sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman
Artinya:”
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu”.
Contoh yang lain ialah sikap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam ketika melihat seorang Badui yang kencing di dalam masjid, maka
manusia menegur keras kejadian itu akan tetapi beliau berkata, “Biarkanlah
dia dan siramlah diatasnya air, sesungguhnya kalian diutus dalam rangka
memudahkan bukan untuk mempersulit.” Wasiat beliau ketika mengirim Mu’adz
bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari ke wilayah Yaman beliau berkata ;
يسروا ولا تعسروا وبشروا ولا
تنافروا. أخرجه البخاري
Kaidah-kaidah dalam berdakwah.
Demi kesuksesan dalam dakwahnya, seorang da’i harus
memperhatikan kaidah-kaidah dalam berdakwah. Berikut diantara kaidah-kaidah
penting dalam berdakwah:
1. Memberi
keteladanan sebelum berdakwah
Seorang
da’i ibarat pelita di kegelapan malam. Mereka adalah para imam yang membawa
petunjuk bagi umat. Keberadaan mereka menjadi hujjah Alloh di muka bumi ini.
Dengan wasilah mereka kesesatan dapat disingkirkan dari pikiran manusia, dan
awan keraguan dapat disingkap dari hati dan jiwa.
Perilaku dan amal da’i adalah cerminan dari dakwahnya.
Mereka adalah teladan dalam pembicaraan dan amalan. Oleh karena itu wajib bagi
seorang da’i mempelajari sirah nabawiyah dikarenakan didalamnya
menceritakan kepada kita tentang kepribadian manusia yang telah dimulyakan oleh
Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dengan risalah, sehingga menjadi teladan bagi
orang-orang beriman dan menjadi tokoh idola bagi umat manusia dalam berbagai
segi kehidupan. Memperbaiki diri adalah langkah pertama yang harus dilakukan
dalam rangka menegakkan Islam di dunia ini, karena kekuatan yang diperlukan
untuk menegakkan yang haq dan menghancurkan yang batil, hal ini
tercermin dalam tiga unsur kekuatan yaitu : kekuatan iman, persatuan dan persenjataan.
Adapun dasar yang sempurna dalam perbaikan diri adalah: aqidah salimah,
akhlaq karimah dan ibadah shohihah.
2. Mengenalkan sebelum memberi beban.
Mayoritas da’i kurang memperhatikan prinsip yang cukup penting. Para da’i harus
menjelaskan secara rinci apa saja yang ingin mereka sampaikan sebelum
membebankan tugas kepada sang mad’u. Da'i juga harus memberi tahu sumber
taklif agar hati orang yang beramal menjadi mantap dan menambah kesungguhannya
dalam ketaatan. Marhalah ta’rif (fase pengenalan) merupakan fase terpenting
dalam dakwah, karena hati manusia akan lebih terbuka untuk menerimanya dan mau
melaksanakannya.
Faidah:
1.
Hendaklah seorang da’i harus
Biografi perawi:
- Kelahirannya
Namanya
tak kalah terkenal dibanding ayahandanya, Umar ibn Khattab. Ia lahir di Makkah,
10 tahun sebelum Hijrah atau 612 Masehi. Masuk Islam ketika masih kecil,
kemudian hijrah bersama ayahnya sebelum masuk usia baligh, dan beliau masih
kecil ketika terjadi perang uhud[1].
- Kehidupan beliau
Ia
termasuk salah seorang dari empat Ibadillah; tiga yang lainnya ialah Abdullah
bin 'Abbas, Abdullah bin Amru bin 'Ash, dan Abdullah bin Zubair.
bin 'Abbas, Abdullah bin Amru bin 'Ash, dan Abdullah bin Zubair.
Beliau
berperang ke Syam, Iraq, Bashrah dan Persia.
Diriwayatkan
dari Hajjaj bin Arthah, dari Nafi’, bahwasannya Ibnu Umar
perang tanding dengan seorang laki-laki ketika memerangi penduduk Iraq, maka
beliau dapat membunuhnya dan mengambil sulbinya.
Ubaidullah
bin Umar meriwayatkan dari Nafi’, bahwasannya Ibnu Umar menyemir jenggotnya
dengan warna kuning.
Mujahid
berkata, “Ibnu Umar menyaksikan Fathu Makkah dan baliau ketika itu berumur dua
puluh tahun.”
- Keutamaan beliau
Keistimewaan-
keistimewaan yang memikat perhatian kita terhadap Abdullah bin Umar a saya ini tidak sedikit. Ilmunya, kerendahan hatinya, kebulatan tekad dan keteguhan pendiriannya, kedermawanan, keshalihan dan ketekunannya
dalam beribadah serta berpegang teguhnya terhadap contoh yang diberikan oleh
Rasulullah saw.
Guru-guru dan murid-muridnya
Beliau
adalah orang yang paling banyak meriwayatkan hadits sesudah Abu Hurairah, yaitu
2.630 hadits.

Beliau
meriwayatkan ilmu yang banyak dan bermanfaat dari Nabi SAW dan dari ayahnya,
Abu Bakar, Utsman bin 'Affan, Ali bin Abi Thalib, Bilal bin
Rabbah, Shuhaib, ‘Amir bin Rabi’ah, Zaid bin Tsabit, Zaid
(pamannya), Sa’ad, Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Thalhah,
Aslam, Hafshah (saudaranya), ‘Aisyah dan dari yang lainnya.

Meriwayatkan
dari beliau Adam bin Ali, Aslam maula ayahnya, Ismail bin
Abdurrahman bin Abi Dzuaib, Umayah bin Abdullah Al Uamawi, Anas bin Sirin,
Busr bin Sa’id, Bisyr bin Harb, Bisyr bin ‘Aid, Bisyr bin Al
Muhtafiz, Bakar bin Al Muzni, Bilal bin Abdullah (anaknya), Tamim bin
‘Iyadh, Hubaib bin Abi Mulaikah, Al Hasan Al Bashri, Humaid bin
Abdurrahman Az Zuhr, Said bin Al Musayyib, Thawus, Ibnu Abi Mulaikah,
Atha` bin Abi Rabbah, Muhammad bin Sirin, Ibnu Syihab
Az Zuhri, Masruq, dan yang lainnya
- Wafatnya
Suatu hari dari tahun 73 H ada yang
mengatakan tahun 72 H/629 M, dalam usia 84 tahun. Ketika sang surya telah
condong ke barat hendak memasuki peraduannya, sebuah layar kapal keabadian
telah mengangkat jangkar dan mulai berlayar, bertolak menuju rafiqul a’la di
alam barzakh, dengan membawa suatu sososk tubuh salah seorang tokoh teladan
terakhir mewakili zaman wahyu di makkah dan Madinah, yaitu jasad Abdullah bin
Umar bin Khaththab.
Referensi:
1.
Siyaru
A'lam An Nubala, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad
Utsman Az Zuhri, jilid IV,
hlm. 351
2.
Shohih bukhori
3.
Inseklopedi islam
al –kamil, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-tuwaiji.
4.
Kitab : Akhlak
dalam perspektif islam, diterbitkan oleh: kantor dakwah untuk orang asing
cabang sufi.
0 komentar:
Posting Komentar