Pengikut

Pages

Sabtu, 15 Desember 2012

MAKRUH BERSAFAR KE NEGRI MUSUH DENGAN MEMBAWA AL-QUR'AN



Makruh Bersafar ke Negeri Musuh Dengan Membawa Mushaf (al-Qur’an)


حدثنا عبد الله بن مسلمة، عن مالك ، عن نافع، عن عبد الله بن عمر  رضي الله عنهما : « أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى أن يسافر بالقرآن إلى أرض العدو »

“Telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang bepergian dengan membawa Al Qur'an ke negeri musuh.                            (HR. Bukhari : 2768)[1]

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُسَافَرَ بِالْقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; saya membacakan di hadapan Malik; dari Nafi' dari Abdullah bin Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang membawa mushaf Al Qur'an ke daerah musuh."  (HR. Muslim : 1869)

حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى أَنْ يُسَافَرَ بِالْمُصْحَفِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ

“Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, saya mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam melarang untuk mengadakan perjalanan dengan membawa mushaf ke negeri musuh.” (HR. Ahmad : 5208)

TAKHRIJ HADITS

Hadit ini diriwayatkan oleh imam Bukhari, Kitab : Jihad dan penjelajahan, Bab : Safar ke negeri musuh dengan membawa Al-Qur'an, No. Hadist : 2768
Hadits ini juga dikeluarkan oleh imam Muslim, kitab al-imarah, bab larangan bersafar dengan membawa mushaf ke negeri kafir jika  ditakutkan jatuh ketangan mereka, juz 3, hal 1490, no 1869.
Juga diriwayatkan oleh imam Abu Daud, Kitab : Jihad, Bab : Membawa Al-Qur'an ke wilayah orang kafir, No. Hadist : 2243.[2]

BIOGRAFI PEROWI

Periwayatan paling banyak berikutnya sesudah Abu Hurairah adalah Abdullah bin Umar. Ia meriwayatkan 2.630 hadits.
Abdullah adalah putra khalifah ke dua Umar bin al-Khaththab saudarah kandung Sayiyidah Hafshah Ummul Mukminin. Ia salahseorang diantara orang-orang yang bernama Abdullah (Al-Abadillah al-Arba’ah) yang terkenal sebagai pemberi fatwa. Tiga orang lain ialah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin al-Ash dan Abdullah bin az-Zubair.
Ibnu Umar dilahirkan tidak lama setelah Nabi diutus Umurnya 10 tahun ketika ikut masuk bersama ayahnya. Kemudian mendahului ayahnya ia hijrah ke Madinah. Pada saat perang Uhud ia masih terlalu kecil untuk ikut perang. Dan tidak mengizinkannya. Tetapi setelah selesai perang Uhud ia banyak mengikuti peperangan, seperti perang Qadisiyah, Yarmuk, Penaklukan Afrika, Mesir dan Persia, serta penyerbuan basrah dan Madain.
Az-Zuhri tidak pernah meninggalkan pendapat Ibnu Umar untuk beralih kepada pendapat orang lain. Imam Malik
Dan az-Zuhri berkata:” Sungguh, tak ada satupun dari urusan Rasulullah dan para sahabatnya yang tersembunyi bagi Ibnu Umar”. Ia meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Sayyidah Aisyah, saudari kandungnya Hafshah dan Abdullah bin Mas’ud. Yang meriwayatkan dari Ibnu Umar banyak sekali, diantaranya Sa’id bin al-Musayyab, al Hasan al Basri, Ibnu Syihab az-Zuhri, Ibnu Sirin, Nafi’, Mujahid, Thawus dan Ikrimah.
Ia wafat pada tahun 73 H. ada yang mengatakan bahwa Al-Hajjaj menyusupkan seorang kerumahnya yang lalu membunuhnya. Dikatakan mula mula diracun kemudian di tombak dan di rejam. Pendapat lain mengatakan bahwa ibnu Umar meninggal secara wajar.
Sanad paling shahih yang bersumber dari ibnu Umar adalah yang disebut Silsilah adz- Dzahab (silsilah emas), yaitu Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar. Sedang yang paling Dhaif : Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim dari bapaknya, dari kakeknya, dari ibnu Umar.[3]

PELAJARAN DAKWAH YANG DAPAT DIAMBIL:

1.             Materi Dakwah: Anjuran Untuk Mengagungkan al-Qur’an al-Karim.

Hadits ini menunjukan bahwa tema ini sangat penting dalam berdakwah kepada Allah  ‘Azza Wajalla, yaitu anjuran pentingnya menjaga dan mengagungkan al-Qur’an. Oleh karena Nabi r melarang bersafar kenegeri musuh dengan membawa al-Qur’an.
Imam ibnu abdil bar rahimahullah berkata: para fuqoha’ bersepakat tidak boleh pasukan yang kecil bersafar ke negeri musuh dengan membawa al-quran, dan berbeda pendapat boleh atau tidaknya dalam pasukan yang besar dan aman.[4]
Dalam riwayat muslim disebutkan:

 و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرعَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَنْهَى أَنْ يُسَافَرَ بِالْقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ مَخَافَةَ أَنْ يَنَالَهُ الْعَدُوُّ

“Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Laits. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Ibnu Rumh telah mengabarkan kepada kami Al Laits dari Nafi' dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau melarang membawa Mushaf Al Qur'an ke negeri musuh, karena beliau khawatir apabila nantinya akan diambil musuh."[5] ( HR. Muslim : 3475)

Imam an-Nawawi Rohimahullah berkata: dalam hadits di atas ada larangan bepergian membawa mushaf ke negeri kafir (musuh) dengan alasan sebagaimana disebutkan dalam hadits tersebut, yaitu ditakutkan al-qur’an jatuh ketangan mereka (musuh) dan merusaknya, dan apabila selamat dari alasan ini, maka tidak dimakruhkan dan dilarang. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu Hanifah dan al-Bukhari, dan yang lainnya.[6] 
Al-‘Alamah  Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz Rohimahullah  berkata tentang masalah berpergian ke negeri musuh dengan membawa al-Qur’an, : hal ini  apabila mereka mendapatkan al-qur’an dan merusaknya, dan apabila hal itu tidak ditakutkan terjadi maka tidak mengapa, karena yang ditakutkan adalah dirusaknya mushaf  al-Qur’an, sedangakan kalau al-Qur’an yang dihafal dalam diri muslim maka tidak mengapa. Oleh karena itu membawa mushaf ke negeri kufar (musuh) dilarang, baik itu kafir harbi maupun tidak.[7]
Maka seharusnya seorang da’I menganjurkan, menyeru  manusia untuk mengagungkan dan memuliakan al-qur’an al-karim, dan melarang safar ke negeri kafir dengan membawa mushaf al-Qur’an jika ditakutkan al-Qur’an  akan dirusak oleh musuh islam apabila jatuh ketangan mereka.

2.              Sifat da’I : Semangat Dalam Memuliakan dan Mengagungkan al-Qur’an al-Karim.

Dari hadits ini nampak bahwa Nabi r semangat dalam mengagungkan dan memuliankan al-Qur’an al-karim, oleh kjarena itu Nabi r melarang berpergian  membawa al-qur’an ke negeri kmusuh, ditakutkan al-qur’an akan dirusak oleh mereka , karena orang-orang musrik, yahudi, nashoro mereka adalah musuh islam, terlebih mereka yang memerangi kaum muslimin. Sebagaimana Allah berfirman:

{ ولن ترضى عنك اليهود ولا النصارى حتى تتبع ملتهم } .

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al Baqarah : 120)

Tidak ada yang menyentuh al-Qur’an kecuali orang-orang yang suci (bersih dari hadats), sedangkan mereka orang musrik itu najis. Sebagaiman firman Allah:

{ ياأيها الذين آمنوا إنما المشركون نجس فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا } .

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.” (At-Taubah : 28)

Dan di dalam kitab yang ditulis Rasulullah r untuk ‘Amru bin Hazm “

« لا يمس القرآن إلا طاهر »

“Tidak ada yang menyentuh al-qur’an kecuali orang yang suci (bersih dari najis dan hadats)”[8]
Hal ini menguatkan bahwa Nabi r semangat dalam mengagungkan dan menmuliakan al-qur’an al-karim. Maka hendaknya seorang da’I semangat dalam mengagungkan dan menmuliakan al-qur’an, dan mengikuti, mencontoh Nabi r.


3.             Bersikap keras dalam memusuhi  musuh agama, dan bahaya mereka atas islam dan penganutnya

Sesungguhnya musuh islam, darigolongan atheis, musyrikin, dan ahlul kitab, mereka menghianati dan keras dalam memusuhi islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu Nabi r melarang seseorang berpergian ke negeri mereka dengan membawa al-qur’an al-karim, ditakutkan mereka akan meremehkan dan mereusak al-qur’an al-karim.
Hendaknya kaum muslimin besiap siaga terhadap mereka, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

{ ياأيها الذين آمنوا خذوا حذركم } .

“Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu.”  (An-Nisa’ : 71)

Dan firman Allah Ta’ala :

{ ها أنتم أولاء تحبونهم ولا يحبونكم وتؤمنون بالكتاب كله وإذا لقوكم قالوا آمنا وإذا خلوا عضوا عليكم الأنامل من الغيظ قل موتوا بغيظكم إن الله عليم بذات الصدور } .

“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.”  (Ali Imran : 119). Wallahu A’lam.

REFRENSI :
ü  Fiqih Dakwah Fi Shohih Imam Bukhori
ü  Tahdzib al-Asma’ 
ü  Thabaqat Ibn Sa’ad
ü  AL-Istidzkar al-Jami’ Limadzahib Fuqoha’ al-Amshor Wa Ulama’ al-Aqthor,
ü  Shohih Muslim,
ü  Syarh an-Nawawi ‘Ala Shahih Muslim
ü  Ikmal Ikmal al-Mu’alim Lil Abi
ü  Fathul Bari Li Ibnu Hajar
ü  Umdatul Qori Lil ‘Aini
ü  Syarh az-Zarqoni ‘Ala Muwatho’ Malik.
ü  Sunan Daru Quthni
ü  Sofeware Hadits Sembilan Imam


[1] Dikeluarkan oleh Imam Muslim, kitab al-Imarah, bab larangan bersafar dengan membawa mushaf ke negeri kafir jika  ditakutkan jatuh ketangan mereka, juz 3, hal 1490, no 1869.
[2] Lihat sofeware hadits sembilan imam.
[3] Disalin dari biografi Ibnu Umar dalam Al-Ishabah no.4825 dan Tahdzib al-Asma’ 1/278, Thabaqat Ibn Sa’ad 4/105
[4] Kitab al-Istidzkar al-Jami’ Limadzahib Fuqoha’ al-Amshor wa Ulama’ al-Aqthor, juz 14, hal 51.
[5] Shohih Muslim, kitab al-Imarah, bab, larangan besafar kenegeri kafir dengan membawa mushaf (al-qur’an) apabila ditakutkan jatuh pada tangan mereka, juz 3, hal 1491, no : 1869.
[6] Syarh an-Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, juz 13, hal 16,  lihat kitab Ikmal Ikmal al-Mu’alim Lil Abi, juz 6, hal 590,  kitab Fathul Bari Li Ibnu hajar, juz 6, hal 133, Umdatul Qori Lil ‘Aini  juz 14, hal 242, dan Syarh az-Zarqoni ‘Ala Muwatho’ Malik, juz 3, hal 13.
[7] Penggalan Syarh Hadits Shahih Bukhari, no : 2990.
[8] Muwatho’ Imam Malik, kitab al-Qur’an, bab al-‘Amru Bilwudhu’ Liman Massa al-Qur’an, juz I, hal 199, dan Daru Quthni dalam sunannya, kitab Thoharoh, bab Fii Nahyil Muhdits ‘An Massil Qur’an, juz I, hal 122,

0 komentar:

Posting Komentar